Saturday, February 5, 2011

Hayu Ah Urang Ulin ka Laut!

Mempertahankan sebuat tradisi internal dan menerobos masuk menjangkau external kehidupan sehari-hari untuk persaudaran abadi yang menjadi kekuatan menyongsong masa kini dan masa datang. Kebersamaan kami tak perlu diragukan lagi, dalam dua tahun belakangan berlibur bersama melewatkan libur sebagai momentum menempatkan pergantian tahun Masehi untuk berkumpul bersama, menjadikan ajang traveling masal untuk membangun pilar persaudaraan keluarga besar yang telah bertahun - tahun kami telah berdiam didalamnya.

Pantai memberikan daya tarik tersendiri bagi kami, Pantai Pangandaran dan Pantai Jayanti menjadi pilihan sebelumnya dan pada tanggal 1 Januari 2011 pantai Batu Karas menjadi tempat kami mengikrarkan kembali persaudaraan menerobos batasan angkatan, semoga menjadi warisan yang bermakna bagi adik-adik kami di Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis. Kala itu kami terdiri dari 16 personil yang terdiri dari beberapa angkatan, sudah mewacanakan jauh-jauh hari sebelumnya untuk bisa berlibur bersama dengan adik-adik tingkat lainya.

Sebagai panitia tentunya yang ketika itu paling dewasa dan sering bepergian traveling bersama. Pada awalnya direncanakan menggunkan sepeda motor menuju Batu Karas sekitar 8-9 jam perjalanan. Alhamdulillah tidak semua memiliki sepeda motor, kontan saja tidak ingin membatalkan atau memundurkan waktu keberangkatan. Siang itu semua peserta berkumpul, melakukan briefing dan mengumpulkan uang udunan hanya sebesar Rp.150.000/orang untuk kebutuhan transport, penginapan dan makan selama tiga hari. Setelah siap, semua peserta melakukan doa bersama sebelum menuju terminal Cicaheum.

Berdoa mulai!
Petualangan kecil dimulai dengan menumpangi anggkot Cicaheum - Ledeng, melepati jalurnya yang saat itu mulai menunjukan bagaimana keramaian Bandung saat malam tanggal 31 nanti. Bisa dibayangkan betapa padatnya traffick kota Bandung yang menjadi favorit pelancong dari kota-kota tetangga. Okeh, perjalanan hampir dua jam sudah terlewatkan, saaatnya mencari bus tujuan Pangandaran. Untuk ahlinya kami serahkan kepada Bung Teten sebagai anak kampung sana yang mengerti bus yang akan kami tumpangi. Setelah deal, kami segera mengambil posisi, tepatnya melakukan blokade tempat duduk dari bagian belakang agar bisa saling berbincang-bincang saat perjalanan. Di saat last minut masuk dua pelancong internasional yang duduk di tempat duduk belakang persis besampingan dengan gerombolan mahasiswa-mahasiswi kala itu.
Perlahan bus meninggalakan terminal, diiringi alunan suara gitar dan nyanyian sang artis Teten. Mengisi setengah dari penumpang, namun rasanya seperti bus yang dicarter khusus oleh rombongan kami. Perlahan bus sudah jauh meninggalkan kota Bandung, teman baru dalam perjalanan masih dianggurkan tanpa diajak berbincang. Dengan inisiatif, Saya mulai membuka pembicaraan menanyakan kabar dan tujuan couple yang berasal dari England dan Chech Republic yang saya benar-benar lupa namanya. Merka pun tak sungkan meladeni canda tawa, ikut menyanyi bersama beberapa lagu dari Oasis, bahkan si Cewek Ceko sempat beberapa kali menjahili saya.

Ada yang disensor, tebak siapa coba?
Armalisa yang mana? yg berdiri apa yg baju coklat?
Ada yang tidur-tiduran ada yang tertidur (ayo yang pelor *nempelmolor siapa?) ada yang masih cuap-cuap, ada yang menikmati pemandangan yang dilewati, membuat perjalanan tak terasa sudah mencapai Garut. Bus singgah untuk makan ISOMA, bagi penumpang yang menjalanakan, untuk kami hanya 'SO' saja yang lain dijamak nanti malam. Saat itu perlengkapan dokumentasi dan divisi dokumentas masih berkelas, hingga jika perjalanan ini bisa saja jika dibuat story teller menggunakan media foto seukuran film dalam DVD. Sholat, foto-foto, ngemil dan minum yang kami lakukan saat itu. Kedua kawan wisman kami yang masuk menuju restoran dan keluar bergabung bersama kami dengan botol-botol softdrink dan cemilan, little present dari mereka sebagai apresiasi pertemanan dalam perjalanan atau travelmates

Hari semakin sore, kadar asam ditubuh sudah mulai meningkat, bahan pembicaraan pun mendekati batas kosong. Kawan baru kami pun semakin penasaran, tepatnya cangkeul bujur namun belum ada tanda-tanda akan tiba di Pangandaran. Tidur, bangun, liat jam dan tidur lagi hingga bus tiba di terminal Pangandaran. Berbincang sebentar, lalu semua kawan bersalaman dan berpamitan dengan dua kawan baru seperjalanan sore itu, lalu gerombolan pun beranjak mencari warung nasi terdekan dan pastinya termurah untuk menjamak makan siang yang terlewati dan waktu makan malam yang tiba. Kemudian bergerak kembali berjalan sambil berfoto-foto menuju gerbang Pantai Pangandaran. Saat masuk ke gerbang yang mewajibkan membayar tiket masuk, beberapa pasukan melakukan tricky menyusup berjalan santai seakan tak berdosa hingga masuk kedalam kawasan pantai. Ga ngurangin PAD pangandaran lah ya. cuma sekali seumur hidup, waktu itu masih mahasiswa kere jadi harus hemat :) .
Bersama 2 Dosen pembimbing
Pangandaran
Tak lama berjalan akhirnya kami memasuki kawasan pantai Pangandaran, yang airnya sedang surut. Katanya ke Batu Karas, tapi kok malah masuk kawasan Pantai Pangandaran? Nah, saat itu semua sepakat untuk bermalam di pantai hingga besok paginya melanjutkan perjalanan menuju Batu Karas. Hitungan budget perjalanan mulai keluar ketika tiba di Batu Karas. Mengambil posisi duduk terlebih dahulu, lalu menurunkan daypack-daypack dan satu backpack yang berisi logistik dari rise cooker, bahan makanan hingga pakaian. Segera menggelar sleepingbag yang dihamparkan menjadi samak untuk tidur. Eits, bukan berarti semua bisa tidur ya. Ada beberapa orang yang still waked up untuk menjaga keamanan sekitar yang tidur. Posisi logistik disatukan, hingga alas kaki pun harus dipantau. Benar saja tak lama dari itu ada sepasang pemuda/pemudi lokal yang mabuk sksd, katanya numpang nyumput dari teman-teman mereka yang mencari. Okeh, dengan tenang semua bisa teratasi dan lanjut bagi yang tidur dan yang masih terjaga, selamat masak air & minum kopi saja!

Sambil menyimpan kantuk kelompok penjaga yang sedang memanaskan air, ternyata sudah menyeduh kopi dan berbincang-bincang. satu demi satu kelompok yang tidur terbangun, berarti peminat kopi semakin bertambah. Akhirnya semua terbangun menikmati kebersamaan malam, dari bermain kejar-kejaran dipasir, bernyanyi bersama, hingga bermesraan. *cung siapa ya? :) . Saking asik semua ga ada yang sadar kalau, saat itu belum masih pukul 2 pagi. Artinya masih lama sunrise dan masih harus tidur lagi. Bagi yang ingin tidur yah, tidur lagi yang ga ya nungguin yang tidur.

Panaskan air trus ngopi
Yg tidur & shift jaga
sing songs
Dari yang bener-benar nyayi hingga yang yang penting nyanyi ada, yang puisi juga ada kalau ga salah. Ledek-ledekan, ceng-cengan pasti ada pagi itu, sambil menunggu mata yang ngantuk kembali. Tidur tanggung masih digilir, hingga menjelang sunrise yang ditunggu-tunggu namun tak kunjung datang. Sunrisenya nyumput atau kita yang salah posisi mungkin kali itu kita menghadap selatan. Setelah semua bangun, cuci muka, sikat gigi, ngopi lagi, nah waktunya beres-beres packing dan cari angkot ke Batu Karas our destination.

Nah menuju ke Batu karas menggunakan angkot Cijulang, kali ini penumpangnya hanya the gank, tepat kalau dibilang khusus dicarter. Kira-kira untuk ukuran angkot Kalapa-Ledeng cukup ga diisi 16 orang? ga cukup juga ga apa-apa ya harus dicukup-cukupin waktu itu dan budget ketat. Dalam perjalanan biasa yang tidur-tidur yang jahil ada, yang capruk juga ada. Nah angkot ini cukup berkesan, bukan karena apa-apa tapi karena sticker yang ditempel diangkot mengundang gelak tawa, salah satunya 'arek-arek, moal-moal. Mun moal dicalana deui!' ayo pada mikir kemana? konteksnya naik angkot ya..

Ga ada sunrise, loncat aja biar rame

Sempat mendapat tawaran untuk singgah ke green canyon, namun kami memutuskan go ahead berlanjut ke Batu Karas, mungkin Green Canyon jadi bonus ketika kembali lagi ke Bandung. Untuk akomodasi di Batu Karas, Lina sudah mendapatkan rumah yang kita sewa selama di sana. Ekspektasi awalnya asal bisa tidur dan masak sudah cukup toh cuma untuk tiga hari paling tidak. Setelah menunggu, disekitar pantai akhirnya kami bertemu dengan entah itu pemilik rumah atau makelar penyewaan rumah selama liburan. Si teteh segera mengantar kami menuju rumah yang letaknya sekitar satu km dari pantai. Setelah masuk ke rumah, ternyata rumah yang kami sewa bisa dibilang sangat baik, apalagi dibelakang rumah langsung hamparan sawah yang sedang hijau mungkin tak lama lagi akan panen, ada pula bale-bale bisa digunakan untuk rebahan, bersantai disekitar hamparan sawah. Tapi semuanya kalah dengan pegal dan ngantuk, at least kembali ke waktu bobo siang.
Barobo-barobo cantik







 

Ga perlu lama-lama bobo siang yang penting pegelnya udah hilang, tapi laparnya yang datang. Artinya semua bangun, tapi bukan untuk makan atau masak. Tempat santai dibelakang rumah jadi spot berkumpul, pastinya gitar ga ketinggalan. Kembali lagi lantunan lagu-lagu yang benar hingga yang ga benar, lagu modern dan tradisional ga ketinggalan. Parodi, candaan dengan bibir ala John, hingga gaya huntu nyelap ala Dally serasa dipentaskan di saung itu. Foto bersama di pematang sawah pun ga ketinggalan, dari foto rombongan, loncat-loncat, dorong-dorongan, ada juga yang gaya-gayaan prewed loh :) . Ledak tawa ga bisa terhindarkan, sampai lapar akut menyerang karena ketawa. Dan time to cook!
Jump..jump..
Cheers guys
Prewed bohongan
Teriakan sang rocker

Makan bersama
Ga kerasa sudah sore lagi, setelah makan siang dan berleha-leha waktu merapat ke pantai sudah tiba. Sebagai traveler religious, setelah sholat ashar barulah gerombolan bergerak menepi ke pantai. Peralatan pancing juga sudah dipersiapkan, maklum ada anggota yang hobi sangat memancing. Mancing aja ya, untuk dapat engganya urusan lain, jika ditelusuri Batu Karas sudah masuk ke pantai yang ke tiga didatangi untuk berlibur dan pastinya memancing, untuk yang pertama dan kedua yah biasa hasilnya ga dapat ikan pastinya.

Dengan jalan santai ala siput, menepilah gerombolan di sekitar pantai. Nongkrong sebentar di sekitar tempat duduk yang ada disekitar pantai sambil pilh-pilih tempat yang bagus untuk dijadikan spot berenang dan bermain. Ada juga yang masih sempat-sempatnya wisata kuliner jajanan di sekitar pantai, yah macam cuanki, batagor, dll. Oh iya, sore itu ada seorang teman yang tidak berangkat bersama kami, tapi dia bergabung juga. Renny, yang berasal dari Cijulang saat itu sedang ke Batu Karas bersama Bapak dan Ibunya. Ok, saatnya terjun ke laut. Beberapa anggota turun, namun ada juga yang belum masih santai di skitar pantai sambil ngudud, atau bermain ayunaan ada juga yang Cuma nonton aja, takut air kali ya (siapa tu?).
Absen dipantai
Absen dilaut
Pemain cadangan
Surfer dadakan
Romario & Juleha
Emang sih kalau judulnya liburan ke laut atau pantai sekedar judul aja, ga mungkin lebih banyak ngabisin waktu dipantai atau di laut, emang ikan atau life guard yang kerjaannya nongkrong di pinggir pantai. Sudah basah, sudah dingin, pastinya sudah capek, beberapa orang dari gerombolan pindah lokasi. Selanjutnya yang jadi tujuan adalah bukit karang di sebelah kanan pantai untuk lempar kail, jadi nelayan dadakan. Umpannya sudah siap, waktu itu si Mamas dan Teten ngejar penjual ikan menggunakan sepeda motor yang melaju kencang dari pelelangan ikan untuk keliling. Oke, setelah beberapa ikan dibeli untuk dijadikan umpan waktunya mancing. Peralatan pancing kala itu diendorse oleh Dally langsung dari Ciamis, kalau ga salah lima buah untuk dipake bergantian. Ambil posisi persis di tepi laut diatas bukit karang, artinya bisa lempar kail sejajuh-jauhnya, berharap dapat ikan segeda apa aja yang peting dapat. Diseberang jauh nampak beberapa nelayan yang juga sedang mamancing dari perahu mereka masing-masing, nah kami memancing dari pantai tempat wisata. Kondisi air saat itu cukup tenang, tidak bergelombang, pasir putih didasar laut juga kelihatan jelas. 

Perlahan ada sedikit tarikan terasa dan stike! Si Teten pamancing ulung dengan rusuh menarik kailnya dan menggulung kenurnya setelah sampai dipermukaan, ok ikanya lepas, umpanya sudah keburu habis. Saya juga mendapat sensasi srike, sedikit membiarkan tarikan ikan, lalu membalas dengan menarik tali perlahan dan hasilnya tali pancing nyangkut dikarang. Akhirnya satu alat pancing dipensiunkan, mau ga mau harus diputus. Semua yang mancing waktu itu merasakan strike dan akhirnya mendapatkan hasil yang sama enol. Umpan sudah habis, matahari sudah beranjak. Waktunya pulang sambil membuang semua alat pancing, mudah mudahan sialnya juga ikut bersama pancing, biar next time hokinya pada badag semua.
Supporter
Fisher
Absen lagi

Basahin yang belum basah
Kembali ke penginapan untuk mandi, SOMAI. Istirahanya jadi belakangan, yah malam pergantian  tahun masih beberapa jam lumayan ngantuknya dihabisin dulu, nanti tinggal beunta sampe pagi, itu juga kalau kuat. Waktu mandi juga ga sebentar lho, ngantri 16 orang kaya pengungsi, jadi sambil nunggu yang mandi bisa sambil masak dulu. Soalnya untuk makan butuh 2 rise cooker yang harus ditunggu, belum lagi untuk masak lauk-pauknya. Alhamdulillah untuk tenaga masak gerombolan liburan tahun 2011 ini tidak kekurangan tenaga masak, hanya kelebihan tenaga makan, apa lagi si Jombang, yang punya usus besar agak diatas rata-rata yang jatah makannya juga yah agak lebih.

Sehabis mandi, makan dan sholat, waktunya lampu dimatikan alias tidur dulu sampai pukul 10.00 WIB, walaupun waktu itu agak susah tidur tapi tetap dipaksa. Bukan ga ngantuk tapi letusan petasan dan mercon cukup menggangu tapi tidak menghalangi untuk tidur sebentar or take nap. Segera setelah semua terjaga, kami beranjak ke pantai untuk mengikuti acara yang ada disekitaran pantai, ga lupa pula cemilan, minuman ringan, samak dan amunisi lainnya dibawa bersama. Malam itu kami mengambil posisi di bagian kiri pantai, maklum termasuk terlambat kami datang jadi pantai mulai padat. Memasuki areal pantai letusan-letusan kembang api dan petasan khas pergantian tahun memancar ke udara, indah cahanya warni yang keluar tambah kaget juga saat tiba-tiba dari kanan,kiri, belakang meledak dan meluncur ke udara.
Menuju Pantai
Ambil posisi
Menunggu 2012

Dorr..dorr..
Malam itu gitar sengaja ga dibawa, lagian siapa yang mau rempong bawa-bawa gitar malam pergantian tahun. Lagi pula saat itu ada stage di bagian tengah pantai dengan musik khas a la pantai. Kami segera mengampar sleeping bag dan tikar untuk duduk membentuk lingkaran menunggu tahun 2012 yang segera tiba dalam hitungan menit. Menjelang detik-detik memasuki tahun 2012, percikan kembang api di udara semakin padat, terlihat langin diatas pantai Pangandaran juga tak kalah sengit bercahaya kembang api dan mercon, tak kalah terompet-terompet saling bersahutan dan hitungan mundur terdengan lalu semua orang yang berada dipantai saling bersahutan membuat pantai bergema dan 3, 2, 1… dar.. der ..dor .. bunyi-bunyi semakin seru mengudara. Gerombolan yang duduk melakukan ritual berdoa bersama dan merenungi perjalanan sebelumnya dan mempersiapkan untuk menjadi pribadi yang lebih baik di 2012. Paling tidak bisa sadar bahwa umur semakin bertambah dan usia semakin berkurang, apalagi usia berada dikampus semakin lama, namun belum ada kejelasan kapan akan berakhir :) .

Okey, setelah cara pucak masal dipinggir pantai, mulai terdengan dentuman suara musik dari berbagai sudut, Dari kafe-kafe, warung kecil dipojok lapangan, hingga musik reggae dari panggun di tengah pantai. Gerombolan mulai berpisah, sesuai selera masing masing, ada yang mencari kopi, menuju panggun untuk reggae dance, adapula yang mojok mengawali 2012 dengan status baru :) . Yang ga, jangan sedih nge-raggea aja yah. Tapi ga sadar, setelah aktifitas yang lain selesai ternyata, reggae dance masih ada. Otomatis semua bergabung di dance coast berjoget bersama hingga pagi menjelang melepas duka-lara mengusung suka cita. Tak pelak badan akhirnya lemas juga, lalu semua dari gerombolan yang masih tersisa berkumpul, lalu sedikit berkeliling dan pulang bobo.
Detik-detik to 2012
Capek beridir, jongkok
Pasangan baru 2012
Another show
Tanggal 1 Januari 2012 hari terakhir di Batu Karas, artinya perjalanan pulang kembali ke Bandung, tapi bukan berarti tiba di hari yang sama. Bangun pagi, packing dan masak mengawali pagi hari itu. Kemudian makan bersama sekitar pukul 10.00, lalu cleaning rumah memastikan tidak ada barang yang tertinggal lalu sekitar pukul pukul 11.00 kami berjalan menuju pantai. Kemudian dilanjutkan melalukan perkan perjalanan menyisir sepanjang pantai hingga kami menemukan desa yang memiliki hamparan sawah. Menyisir arah kiri pantai Batu Karas, lalu berbelok ke arah kiri desa. Dilanjutkan menyusuri sawah-sawah yang sedang menguning. Berjalan mengitari pematang sawang hingga kami menemukan aliran sungai yang juga aliran dari Green Canyon. Kami beristirahan beberapa saat, sambil bergantian untuk sholat Dzuhur, adapula sebagian yang mencari informasi penyewaan perahu untuk menyeberang sungai menuju Cijulang. 

Saat semuanya siap, penyewaan perahu telah didapat pula, maka rombongan dibagi menjadi dua bagian. Perahu hanya mampu membawa tujuh orang termasuk satu pemilik perahu. Perjalanan yang indah dan penuh kebahagiaan. Selama sisir pantai pun ga ada yang ngeluh, apalagi dalam rombongan ada beberapa cewek-cewek bawel. Semua menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan barang kali, semua menikmati, memanfaatkan momen perjalanan, melupakan sejenak rutinitas perkuliahan yang mungkin membosankan dan monoton. Setiap momen diabadikan, ga lepas dari bidikan seksi dokumentasi John. Penyeberangan melintasi sungai yang jernih bersih dan sunyi-sepi membuat semua terdiam menikmati suasana. Sepanjang penyebrangan canda-tawa jadi selingan, khususnya dirombongan kedua yang gaya-gayaan meniru film Titanic, yang hampir saja membuat perahu terbalik. (ayo siapa yang gaya tea?)
Makan darurat
Sruput garong
Beli kelapa langsung dipohon
Susur pantai
Ada beberapa celetukan yang keluar bahwa momen ini akan selalu terkenang. Yah dan terbukti dengan koleksi foto yang terdokumentasikan dengan baik sejak sebelum berangkat, bahkan tidur sebelum berangkat hingga kembali ke Bandung terekam dalam file-file ‘jpeg’ hingga mencapai lebih dari 2000 frame, ditambah lagi rekaman video untuk beberapa momen tertentu memang akan selalu dikenang dan too hard to forget. Semoga saja ada momen kebersamaan baru berikutnya sebagai selingan kebersamaan dimasa kuliah dan pengalaman bersama. Masa liburan terpanjang adalah masa kuliah,  traveling-lah sepuasnya! Silahkan buktikan.
Ok, kembali lagi ke cerita perjalanan. Susur pantai, tracking melewati kebun-kebun, persawahan dan menyebrang sungai, maka kami tiba di Cijulang. Namun masih di sekitar kebun-kebun masyarakat. Menjelang sore hari itu, gerombolang berjalan melewati jalan setapak dan pematang sawah kurang lebih satu jam hingga tiba di desa. Dengan indikator sudah berada di pinggir jalan. Berjalan berjajar gerombolan menjadi perhatian orang-orang di sekitar desa bergitu pula kendaraan yang melintas. Terpintas untuk memberhentikan jika ada kendaraan kosong yang mampu mengangkut kami sekaligus, lalu yang jadi perhatian adalah mobil bak terbuka. Kami memastikan setiap mobil bak terbuka yang lewat bisa memberikan tebengan hingga ke depan rumah atau jalan terdekan ke rumah Reny. Setelah cukup lama berjalan, akhirnya kami menemukan Colt bak untuk di tumpangi, membawa ke depan rumah Reny. Salah satu kawan angkatan 2006 asli produk Cijulang, setelah sempat “menolong” ketika liburan tahun baru 2009 ke Pangandaran, nah kali ini Reny dan Keluarga menawarkan kami untuk mampir lagi bagi yang pernah dan yang first time. Maklum mereka serumah cuma bertiga mungkin butuh kegaduhan sehingga mengundang kami :) .
Perkebunan kelapa
Absen sebelum cross the river
Potograper
Rombongan pertama
Rombongan kedua
Gerombolan tiba di rumah Reny pukul 16.30, beristirahat sebentar sambil ngupi-ngupi dan ngantri mandi (serasa diasrama). Lumayanlah bergantian mandi ber-16 mengejar waktu maghrib tiba pula, yah ga perlu bersih-bersih amat yang penting bersih aja sudah cukup. Setelah itu, menjelang makan malam kelompok wanita calon ibu rumah tangga yang baik bereksodus ke dapur membantu tuan rumah menyiapkan makan malam ala kadarnya, nah sisanya para pria di depan TV dan di depan meja lengkap dengan kartu reminya :) just apart of having fun. Ketika makan malam siap tanpa buang-buang waktu semua anggota merapat ke meja makan, lalu berhamburan ddi ruang tamu hingga ke teras mencari PW untuk makan malam.
Aktifitas hari itu seakan selesai setelah makan malam, perut terisi artinya ngantuk pasti merapat apalagi bercampur pegal berjalan seharian. Namun malam itu juga bagian dari momen yang dimanfaatkan dengan bermain kartu, gaple dan satu lagi pijat masal. Yang ga kebagian bisa main kartu, gaple bisa bergabung dengan antrian pijat yang berbaris memijat sakali ewang. Keseruan malam itu mungkin terlalu panajang jika di urai satu per satu, terlalu banyak kekonyolan yang mengocok perut, ketawa hingga lemas dan berakhir dengan ngantuk. Nah apalagi dengan badan pegal yang baru saja dipijat, tidur pulas ketika waktunya tiba. Bangun pagi, tak lupa kebiasaan seduhan gelas-gelas kopi disajikan diatas meja, entah segelas untuk berapa orang asalkan semua merasakan. Berhubung mempersiapakan sarapan, untuk urusan perurut yah seperti telah diulas saat makan malam (menghindari repetisi). Tambahan, sehabis makan piring dicuci masing-masing, tau dirilah ya. Sudah dapat nginap gratis plus meals masa piring kotor dijadiin kenang-kenangan pula, ga lah ya. Sebagai traveler bermoral ga akan terjadi hal tersebut, kecuali dikosan temen :) . Ok, setelah semua siap, saatnya berpamitan kepada keluarga Reny, kepada Ibu & Bapaknya yang sengat berbaik hati menampung kami semalaman. Hari itu Reny ikut pula bersama kami ke Bandung, lalu kami berjalan segerombolan menuju pool bus yang letaknya tak jauh dari rumah Reny. Tak lama kemudian, setelah menunggu kami sudah berada di dalam bus. Bus yang telah kami naiki itu kondisinya sangat baik, bersih dan nyaman.
Keluar kebun masuk sawah
Rest & sholat
Hitch hike
Touch down
Saat bus menjelang berangkat, gerombolang dipindahkan ke bus lain, yang sepintas ga terlalu buruk-buruk amat, Cuma beda tahun keluarannya saja. Tak lama menunggu penumpang, bus pun berangkat menuju Bandung. Sekitar 30 menit perjalanan, baru kondektur menagih uang bayaran bus. Untuk menghindari ke-riweuhan ongkos bus sudah dikoordinirkan lalu diserahkan ke kondektur. Perlahan, tak terasa semakain jauh meninggalkan Cijulang dengan cuaca cerah dan udara panas. Namun ketika sedang terlelap bersama di kursi bagian belakang, beberapa orang kaget, serasa ketiduran di kelas dan di banjur oleh dosen. Cek per cek, ternyata AC Bus bocor, semakin bus melaju artinya putaran mesin diesel semakin menghasilkan suhu dingin untuk AC, artinya air yang mengalir ke dalam bus semakin banyak. Aslinya, kayak hujan di dalam bus, bahkan kami sempat memakai payung. Segera kami melapor kepada kondektur dan supir dan tak digubris, kami sempat pula meminta ongkos bus dikembalikan setengah, masih juga tak digubris. Dengan agak emosional kami mengucapkan sindiran menjurus memaki supir & kondektur untuk memasncing emosi mereka. Dalam keadaan emosi yang tersulut mungkit terlintas saat itu mending gelut sakalian lah, karena ini semacam pelecehan. Namun berkat ibu-ibu penumpang yang lain, akhirnya sebagian dari kami bisa meredam emosi. Agar impas, lebih bijak memberikan kerja lebih bagi mereka dengan membuat sampah sebanyal-banyaknya di dalam bus.
Almost bad ending, sisa perjalanan dihabiskan dengan banyak diam dan tetap sabar hingga akhirnya tiba di Terminal Bus Cicaheum Bandung. Gerombolan segera turun dari bus laknat itu lalu menunggu angkot Cicaheum – Ledeng kosong yang bisa mengangkut menuju Kampus. Tak lama menunggu ada angkot yang benar-benar kosong tapi ada supinya, saat itu Diki sedang ke ATM. Semua beranjak ke dalam angkot, lalu angkot Caheum itu meluncur menuju Ledeng dan Diki pun tertinggal di terminal, dan jadilah ‘Diki yang tertinggal’. Mungkin ion-ion di tubuh kami sangat terkuras, sehingga konsentrasi pun hilang dan tidak menyadari kalau Diki sedang ke ATM, begonya lagi yang dipesanin Diki ‘tungguan nya urang ka ATM heula’ entah siapa itu dengan tiisnya masuk ke angkot juga tanpa memberitau.
 
Sesi gapleh

 
Kurang tidur
Antri sarapan
Hening & hikmad

Ending point perjalanan adalah taman Bareti, saat itu gerombolan tiba sekitar pukul 19.00. Sambil meluruskan badan dan mengumumkan berapa uang kas yang tersisa untuk dibelikan cemilan dan minuman. Untuk lebih berkesan, sekalianlah diminta pajak jadian ‘PJ’ dari salah satu pasangan dengan segala cara. Akhirnya dengan berat hati keluarlah budget untuk satu martabak ketan. Sayangnya mungkin karena martabak ketannya atau sudah dilanda lapar, lupa mendoakan yang punya hajat, jadilah hubungan mereka hanya seumur jagung namun tetap berkesan dengan pengalaman & martabak ketan :) . You’re guys amazing

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 




Nb: Cerita ini hanya kilas balik keceriaan, tanggapi dengan positif dan dewasa, apapun kondisi dan keadaan sekarang, apapun masalah pribadi yang terjadi cukup untuk pribadi saja, jangan merusak kebersamaan!

3 comments: