libur tlah tiba...
Potongan
lirik lagu anak-anak yang saat ini kalah bersaing dengan lagu dewasa yg
cengeng, pesimistis dan tak jauh dari selangkangan. Lagu itu
mencerminkan kegembiraan anak-anak menyambut liburan. Sebagai anak-anak
pada 1 dekade-an ke belakang yang telah berada dibangku perkuliahan pada
"Tingkat Akhir", Liburan = Traveling, yah jargon yang saya gunakan
sendiri. Sebagai seorang yang unpredictable dalam traveling tak bisa
direncanakan kapan dan kemana tujuan traveling saya semua saya lakukan
dengan spontan. Ini yang membuat kawan-kawan saya kesulitan untuk ikut
bergabung. Pada awalnya bumi Borneo adalah tujuan dengan tawaran dari
seorang kawan tepatnya tantangan. Setelah menyesuaikan waktu, budget dan
destinasi saya fix untuk menuju Borneo melalui Surabaya, sebelumnya
saya akan mampir di Yogyakarta untuk membuang-buang waktu, menunggu
kawan yang ingin ikut traveling namun Ia sedang berada di Semarang.
Setelah 12 Tahun
Menginjakkan
kaki kembali ke kota Yogyakarta bertemu kawan-kawan seperjuangan yang
selalui Saya temui, melewatkan hari demi hari dengan diskusi, toko buku,
warung kopi. Dengan setia Saya menghabiskan waktu dan tentu Money untuk
menunggu Kawan yang sedang berada di Semarang. Dengan petikan sms "2-3
hari ini saya sudah akan berada di Yogya". Dan tepat sekali ketika hari
dan malam ketiga akhirnya Ia tak datang juga :( , lalu smsnya pun
menyusul " Ris, maaf ane ga jadi ikutan ente ke Kalimantan",
Juara bener ya. Ha ha ha. No matter, traveling must goes on. Namun ada
hikmah lain dihari ketiga ini, Ada seorang kawan Saya ketika masih SD
dulu yang jago mancing dan setiap hari tempat mainya hanya ke laut
hingga kulitnya pun tutung atau eksotis, malah lebih dari itu Eko
Purwanto namanya. Dia telah pindah ke Yogya Sejak tahun 2000, ketika itu
kampung halaman Saya sedang terjadi konflik, Orang tuanya yang juga
perantau dari Yogya memutuskan untuk kembali ke kampung halaman mereka.
Saya pun lupa kapan tepatnya Saya memberikan kartu nama padanya, namun
persisnya ketika masih SD, Ia pun masih menyimpan kartu nama saya itu
bahkan menghubungi saya, namun orang rumah pun mengatakan bahwa saya
sudah lama di Bandung, dari situlah Eko mendapatkan no. Hp saya.
Ia
mengbungi Saya, dan sudah beberapa kali terjalin komunikasi baik via
telpon atau media sosial. Saya pun telah beberapa kali berniat untuk
bertemu ketika berada di Yogya, namun kesempatan itu belum datang. Dan
Kedatangan Saya kali ini memang telah waktunya Saya dan Eko bertemu.
Malam ketiga itu Saya, Isnin dan Tessa "Drakula" sedang berada di warung
Kopi di Bialangan Jalan Kali Urang dengan beberapa gelas minuman
tradisional dan menikmati sisha. Sontak teringat sosok Eko, Saya coba
untuk mengetik sms dan mengirimkan kepadanya. Tak Lama kemudian nada
dering sms berbunyi pesan dari Eko berbuniy "Ok, Ris, smsin Nama tempat kamu sekarang, 30 menit lagi saya sudah disana". Segera
saya membalas dan kembali berbincang-bincang dengan 2 orang kawan yang
telah bersama.Kurang dari 30 menit sms dari Eko kembali masuk "Duduknya disebelah mana? aku dekat pintu dari arah parkiran? Sontak
Saya berdiri menengok ke arah pintu dan tampak sosok Eko yang sudah tak
legam seperti 12 tahun yang lalu. Saya segera menghampiri dan
menyambutnya dengan pelukan kangen dua orang sahabat kecil yang tak
pernah ada kabar selamaya 12 tahun. Saya langsung mengajaknya bergabung
dengan kawan-kawan dan memperkenalakan Eko kepada Isnin dan Tessa.
Cerita
kami semakin seru, dengan nostalgia masa kecil. bertanya kabar keluarga
masing-masing. Dengan suara rendah Eko memberi tahu bahwa Ayah dan
Ibunya telah bercerai dan Ia ikut bersama Ayahnya di Purworejo, namun 2
pekan sekali mengunjungi Ibunya di Yogya yang tinggal bersama Adiknya
yang dulu masih ketika di Sulawesi Bayi. Kekangenan pada kampung halaman
keduanya yaitu Poso terlontar dari mulut Eko serta ekspresi wajahnya.
Terbesit rencana untuk kembali ke sana, Saya pun menyambut baik
rencananya. "Jangan bingung klo mau ke sana sendiri, ke rumah saja toh
'torang' dari ecil sudah kaya saudara. 'Ngana' tiap hari ke rumah" Ujar
Saya. "Iya, Ris. Mau Sekali ke Sulawesi tapi selesain kuliah dulu yah
sekalian mengadu nasib lagi, siapa tau bisa mengjar disana". Ayah Eko
adalah seorang Guru SMPN 3 yang tak jauh dari rumah saya. Kesamann
secara kultur antar ayahnya dan ayahn Saya yang sesama orang Jawa
perantau di Poso juga membuat keluarga kami sangat dekat. Reunian
semalam suntuk memang tak cukup, kami lanjut untuk berkeliling Yogya
menikmati suasana malam yang tenang sambil berfoto ria. Dan berakhir di
kamar kostan Isnin. Dikamar kecil itu kami bertiga melepas kantuk.
Pagi
itu kami hanya tidur selama 4 jam. Pukul 5 Pagi, kami sudah terjaga dan
siap berangkat menelusuri jalan Kali Urang menuju Merapi. Tak terpintas
sebelumnya oleh Saya dan Isnin untuk melihat keadaan Merapi setelah
sekitar 3 Bulan pasca erupsi. Melewati ramainya jalan Kali Urang, kurang
dari 1 jam tibalah kami di pos penjagaan menuju lereng Merapi. Yah,
masyarakat setempat telah mengubah kawasan lereng menjadi tempat wisata
bencana. Hal positif nampaknya, dengan menerapkan sistem retribusi
mungkin bisa menjadi usaha yang bermanfaat untuk mengembalikan kehidupan
mereka para warga sekitar lereng Merapi. Sepanjang jalan yang lereng
banyak terlihat dipasang spanduk-spanduk penyadaran yang berisi
pesan-pesan religius yang bener sangat menyentuh, Saya sendiri merinding
dan benar-benar membuat Saya manusia paling berdosa, merasa hina di
depan Sang Kuasa. Memasuki daerah puncak merapi ada yang menarik bagi
saya ketika melihat deretan rumah warga lingkungan sekitar yang tak
tampak rusak parah, namun setelah berada pada daerah yang lebih tinggi
dan tampak jelas ternyata pada bagian belakang rumah-rumah tersebut
terdapat aliran lahar seperti sunga yang kira-kira berukuran lebar 30 m
dan dan kedalaman 30 m benar-benar semakin membuat Saya merasa tak
berdaya dengan kuasa sang Khalik. Kami pun tiba di kawasan yang dulunya
adalah kampung Sang kuncen Alm. Mbah Marijan yang telah rata dengan
tanah, namapak orang-orang yang datang menggunakan sepeda motor,
berjalan kaki, bahkan ada yang menggunakan truk untuk melakukan
reboisasi.Kami berada sekitar 2 km dari puncak merapi. Dari ketinggian
tersebut terlihat jelas dampak yang maha dasyat dari siklus 5 tahunan
Gunung Merapi yang kembali tidur saat itu. Dari atas lereng merepi
dengan segenap kelemahan dan kehinaan Saya mengucapkan taubat pada Sang
Maha Kuasa.
Aliran Lahar Merapi |
Puing-puing yang tersisa |
Semua karena Kehendak-Nya |
Dasyatnya Bencana |
Broken Bridge |
Setelah
berada kurang lebih satu jam berada disana, kamipun beranjak dari
daerah sekitaran Merapi dan tiba di kostan Isnin tepat ketika adzan
Dzuhur. Untuk menghabiskan hari saya putuskan untuk berkeliling
sekitaran Malioboro yang sudah tak asing lagi karena telah saya datang
lebih dari 3 kali :). Setelah selesai shalat Dzuhur Saya meminta Eko
untuk mengantar hingga ke depan Keraton dan perjalanan saya lanjutkan
sendiri. Kunjungan Saya sebelumnya tak sempat untuk bernarsir ria, yah
mumpung sendiri kan ga ada salahnya yah klo sesi fotonya nyusul, nasist is not a crime :) .
Kembali lagi Saya melewati Alun-alun selatan dengan rute selanjutnya
jalan wates untuk mencari dan sekedar mampir ke toko-toko buku, lalu
menuju Malioboro, kemudian Saya menuju Benteng Vandenburg, Museum
Perjuangan, Taman Pintar, lalu kembali ke arah pintu Masuk Benteng
Vandenburg.
La balade avec mon amie/prof
Ketika Saya hendak keluar untuk mencari Coffee Shop, tidak sengaja Saya mendengar suara yang Saya kenal dan tak asing walaupun orangnya asing. Yah, ternyata suara itu adalah suara Pauline le Floch yang sedang bersama seorang wanita asal Belanda travel matenya. Pauline adalah seorang wanita berumur 24 tahun locuteur native atau native speaker di Jurusan Pendidikan Bahasa Perancis tempat Saya belajar. Walaupun Ia tak sempat mengjar Saya, namun Saya dan kawan-kawan seangkatan sangat dekat dengannya. Setelah say hallo, Pauline mengajak saya untuk bergabung bersamanya menuju Pasar Bringharjo. Untuk menjadi tour guide dadakan mereka, untuk ukuran Pauline dia sebenarnya bisa dikatakan lancar berbicara Bahasa Indonesia meski berada di Indonesia sekitar 4 bulan, Ia juga sudah sering pergi ke Pasar Baru, salah satu sentra perbelanjaan di Bandung seorang diri, dan yah lihai dalam tawar menawar harga.
La balade avec mon amie/prof
Moi et Pauline |
Les Trois |
Ketika Saya hendak keluar untuk mencari Coffee Shop, tidak sengaja Saya mendengar suara yang Saya kenal dan tak asing walaupun orangnya asing. Yah, ternyata suara itu adalah suara Pauline le Floch yang sedang bersama seorang wanita asal Belanda travel matenya. Pauline adalah seorang wanita berumur 24 tahun locuteur native atau native speaker di Jurusan Pendidikan Bahasa Perancis tempat Saya belajar. Walaupun Ia tak sempat mengjar Saya, namun Saya dan kawan-kawan seangkatan sangat dekat dengannya. Setelah say hallo, Pauline mengajak saya untuk bergabung bersamanya menuju Pasar Bringharjo. Untuk menjadi tour guide dadakan mereka, untuk ukuran Pauline dia sebenarnya bisa dikatakan lancar berbicara Bahasa Indonesia meski berada di Indonesia sekitar 4 bulan, Ia juga sudah sering pergi ke Pasar Baru, salah satu sentra perbelanjaan di Bandung seorang diri, dan yah lihai dalam tawar menawar harga.
Prenons du Cafe |
Setelah mendapat barang-barang yang mereka
inginkan, Pauline membeli batik bayi untuk keponakan-keponakanya, Kami
bertiga berjalan melewati Malioboro menuju Jalan Sastrowiyono tepatnya
ke Cafe Bintang. Ketika tengah melewati Malioboro kami di kejutkan oleh
pria paruh baya yang menghampiri dan menawarkan batik kepada Pauline dan
si Cewek Belanda yang saya lupa namanya. Dengan nada sedikit memaksa Ia
berkata "Miss just $100, Miss.. cheap..cheap.." saya tak mau terlibat
karena pernah punya pengalaman sebelumnya disemprot oleh pedagang
seperti si Bapak, hehe. Dengan Bahasa Indonesianya yang lancar Pauline
menolak dan sang pedagan pun menghilang.
Zusje et Pauline |
Dipilih-dipilih |
Kami sudah berada
dipersimpangan menuju Cafe Bintang namun kembali seperti torror si
pedagan kembali mengejutkan dengan setengah berlari Ia menawarkan "Miss
just $ 84, Miss.. cheaper..cheaper.." Dan tak terjadi juga transaksi,
kamipun tiba di Cafe Bintang, serta bergabung bersama kami Philipe pria
Jerman yang lebih tua dari kami bertiga. Setelah berkenalan dengan
Philipe, obrolan diantara kami pun mengalir dihiasi oleh senyum dan tawa
kecil hingga terbahak-bahak. Obrolan kami kami pastinya dalam English, karena
mwnyesuaikan dengan kawan Belanda Pauline, namun Philipe yang berbahasa
Germany, juga bisa berbahasa Prancis, sesekali Saya, Pauline dan
Philipe menjahili si Zusje dengan bercakap-cakap Bahasa Prancis.
Sesaat kemudian kami bertiga pun asik menjadi pendengar kisah dari
Philipe yang lebih senior atau Tua lah tepatnya, pengalaman-pengalaman
hidupnya, perjalanannya higga peristiwa apesnya kehilangan dompet dan
isi-isinya yang membuatnya harus miskin mendadak dalam menunggu
pengalihan tabungan. Tak lama kenudian Philip pamit pada kami dan
bergegas pergi karena telah memiliki janji. Namun setelah itu personil
kami tetap menjadi empat karena bergabung kawan Pauline yang lagi-lagi
saya lupa namanya, Ia juga pengajar Bahasa Prancis di Yogya anaknya
masih muda semuran Saya cantik pula, yang mau ngacung...? hehe. Tak
terasa sudah pukul 17.00 dan pertemuan kami berakhir disana. Kami
berpisah di daerah belakang Malioboro, lalu Saya melanjutkan perjalanan
berjalan kaki dengan sebatang rokok yang baru saja Saya nyalakan
mengikuti pinggiran jalan tanpa trotoar. Tiba-tiba serasa serangan
jantung (mungkin gitu kali rasanya) sebuah mobil Avanza yang
melaju dengan kecepatan diatas normal untuk ukuran jalan yang cukup
untuk dua kendaraan memberikan klakson dasyat. "Tiiiiiiiiitttttttt" dan "wussss"
lewat saja, tanpa berhenti untuk sekedar mamarahin atau apalah, yang
pasti akan Saya ladeni. haha. Pauline yang sudah berbelok arah pun
sempat kembali memunculkan kepalanya hanya untuk memastikan apakah Saya
jadi korban tabrak lari. Alhamdulillah tidak :)
Tujuan Saya kali ini adalah pulang ke kostan Isnin di Jalan Kaliurang, tanpa tau arahnya kemana tapi take it easy, dengan
menumpangi "Trans Jogja" pasti sampai dan skalian tidur, capek juga
jalan-jalan tanpa arah seharian. Saya pilih daerah yang ada tujuan ke
Halte Condong Catur namun dengan paling jauh, agar bisa tidur nyanyak
dan bangunya bisa segar kembali. Dengan ongkos Rp 6.000,00 Saya sudah
berada di dalam bus Lalu tidur pulas. Tak terasa (namanya juga tidur pulas)
Saya tiba di Halte Condong Catur, lalu menunggu jemputan dari Isnin,
maklum Jakal (Jalan Kaliurang ga ada akses Trans Jogja). Dalam
penungguan Saya tak sendiri, ketika sedang asik ngebul lewat didepan
Saya sosok yang tak asing yang ternyata Kakak kelas ketika di Pesantren
Taufik namanya. Saya mencoba menegurnya Dia pun monolerh dan obrolan
panajang pun terjadi. Namun Saya segera pamit dan mininggalkannya karena
jemputan telah datang. Obrolan Saya tutup dengan *samapai ketemu fik,
suskses bro.
Malam ini Saya habiskan dengan menu
ngobrol saja hingga larut dengan Isnin dan kembali tidur. Pagi harinya
seperti biasa sarapan a la kuliner Jogja dan beberapa batang rokok serta
kopi hitam jadi pilikan Saya. Sedaaap. Sebenarnya saya akan
meniggalakan Jogja hari ini, karena hujan sudah deras mengguyur yah dian
saja lagi. Lalu obrolan kami berlanjut tentang film, berbagai judul
film dan pesan-pesannya tak luput dar bahasan. Isnin menawarkan salah
satu film yang Ia miliki di komputernya, namun film korea yang bukan
faforit saya dan sumpah selama ini saya tidak pernah mengkonsumsi film
dari Negeri Gingseng itu sebelumnya. "Love Story in Harvard" judulnya,
film yang pernah ditayangkan disalah satu tv swarta nasional dalam
bentuk serial tv yang kurang lebih 19 episode itu jadi santapan
selanjutnya. Dan inilah film korea yang pertama kali Saya tonton, bukan
karena apa tapi karena ceritanya yang ngena banget, dan Saya suka
namun bukan berarti Saya suka semua tapi pilih-pilihlah toh ga kalah
sama produk Holy dan Bolywood yang bisa bikin penontonnya
termehek-mehek, maaf Saya tidak ya cuma nyemtuh aja :) . Sakin
asiknya sudah sehari Saya menghabiskan waktu di depan monitor, dan
berhenti hanya untuk sholat Dzuhur, ashar, Magrib dan Isya serta makan
siang, malam juga beli rokok. Setelah Khatam Saya mengajak Isnin keluar,
menikmati malam terakhir Saya di Jogja. Kebetulan Kami berdua aldalah
Durian Lovers jadi jadwalnya adalah berburu durian disekitaran Jogja.
Dengan negosiasi yang alot durian seharga Rp 35.000,00 menjadi penutup last night di Jogja kali ini.
Trip lanjut ke Pacitan: Click here
Trip lanjut ke Pacitan: Click here
No comments:
Post a Comment