Ruteng (Baca: Ruténg) adalah ibu kota
Kabupaten Manggarai, di jalur traveling lintas Flores, mencari aman dengan
mengambil jalur tengah tidak melewati jalur lintas pantai timur tidak pula
lintas pantai utara. Kota ini menjadi ibu kota kabupaten kedua yang kami
lintasi dari ujung barat Flores. Kontur
Kabupaten Manggarai layaknya Ruteng merupakan dataran tinggi, sangat cocok
untuk pasutri yang ingin melaksanakan ‘honeymoon’.
Ruteng banyak menyimpan keindahan, bagaikan berada di belahan ‘payu dara’
karena diapit oleh dua gunung yaitu gunung Curunumbeng dan gunung Munde. Kalau
traveler pria normal pasti sejutu bilang indah ;)
Daratan Flores memang tak bisa
dipungkiri memiliki nama yang harum di negeri jauh, tak ayal Ruteng merupakan
salah satu tujuan mereka. Sebut saja objek-objek seperti: wisata alam Golo
Lusang, pasar tradisional yang menawarkan produk-produk khas Manggarai, kampung
Ruteng Pu,u, Mbaru Wunut, danau Ramamesa, Liang Bua tempat ditemukannya Homo
Floresiensis, sawah lodok (sawah dengan bentuk jaring laba-laba) yang terdapat
di sekitar daerah Cancar dan pemandangan sawah yang ada disekitar kota Ruteng.
Objek-objek wisata tersebut adalah bagian dari City Tour di Ruteng karena
letaknya yang tak jauh dari Ruteng, rata-rata berjarak 30 menit hingga 1 jam
perjalanan menggunakan sepeda motor.
Cancar, seperti gambar di atas yang
namanya sawah lodok atau orang England
atau New Jersey bilang ‘Spider web’ adalah salah satu destinasi favorit wisman.
Anehnya objek ini milik desa lain, namun untuk menikmatinya harus dari desa
lain pula yang memiliki bukit sebagai ‘view point’. Tapi tak ada system
pembagian royalty dari siapa yang punya namun siapa yang menikmati, karena
orang-orang flores mengutamakan persaudaraan. Sebelum menikmati pemandangan
ini, kita harus sedikit mengikuti pepatah ‘bersakit-sakit dahulu,
bersenang-senang kemudian’. Tracking singkat dan menanjak, umumnya membutuhkan
waktu sekitar 30 menit namun Saya dan Bylland ketika, itu hanya 8 menit & 5
menit turun (nyombong dikit). Baru
setelah itu kita bisa menyaksikan hamparan sawah berbentuk jaring laba-laba. (mudah-mudahan anda ke sana tidak musim panen)
Keadaan Kota Ruteng cukup asri,
udaranya yang sejuk, sarana untuk pejalan kaki yang tersedia, wwalaupun
pengguna kendaraan yang kadang-kadang ugal, namun tidak mengurangi minat
pengunjung untuk berkeliling kota. Suasana sore dan pagi kota yang dijadikan
check point para traveler ini bisa dinikmati dengan berkeliling menuju
alun-alun atau jika ingin berbelanja oleh-oleh kita bisa mampir ke pasar
tradisional yang menjual aksesoris seperti gelang, syal tenun, kain tenun, topi
kopeah khas Manggarai, bagi yang ingin membawa oleh-oleh kopi bisa di temukan
kopi Flores biji atau bubuk di pasar ini. Disekitar pasar, banyak pula penjajah
jajanan dan makanan tradisional yang bisa dinikmati.
Gambar diatas adalah salah satu
budaya yang dimiliki oleh Kabupaten Manggarai, yaitu Tarian Caci, tarian ini seprti tarian perang
penari menggunakan pakaian tenun yang khusus digunakan untuk tarian Caci, lalu
dilengkapi dengan semacam cambuk dan penangkis yang terbuat dari kayu.
Beruntung sekali jika bisa menyaksikan seremonial adat yang menampilkan tarian
Caci. Pria diatas ini hanya took masyarakat yang juga penari Caci yang secara
dadakan berdandan karena permintaan berfoto dari kawan kami.
Perjalan kerja di Manggarai sebagai
pemegang kunci Yamaha Smash si gesit
irit, Saya berduet dengan elcapitano Bylland, seperti sebelumnya. Kami juga
menemukan keindahan lain yaitu di daerah Kecamatan Cibal & Cibal Barat. Perjalanan
layakna jalan lintas Manggarai lainya yang berkelok-kelok naik turun dan
pastinya berhawa dingin. Makanya kami mendapat bonus, berpapasan denga
wanita-wanita cantik Manggarai ketika melintas daerah Cibal ini. Mungkin daerah
dingin ini membuat beberapa wanita yang kami temua tampak seperti wanita-wanita
latino, rambut keriting, bersih kulitnya, manis wajahnya ;). Daerah Cibal juga
memiliki potensi hasil bumi seperti kemiri, cengkeh, apalagi kopi, kopi luak
disini tidak ada harganya hanya dicampur dengan biji-biji kopi lainya, karena
mayarakat lebih suka mengkonsumsi daging luwak untuk disate.
Sisi sosial sedikit kami garap dengan
memberikan informasi tentang kopi luwak itu kepada mereka, lalu tidak lupa
meninggalkan no.kontak untuk bisa saling komunikasi. Siapa tau suatu
saat saya banting stir menjadi Bandar kopi luwak ;). Entah berapa ketinggian
wilayah Cibal Barat ini, tak terlalu pekat kabut yang menyelimuti ketika kami
melintas, saat itu pula hujan baru saja reda. Kami terperanjak menemukan bukit-bukit
labil yang ditumbuhi oleh bunga keabadian Edelweiss si never ending wilted tumbuh liar begitu saja berdampingan dengan
masyarakat yang menjunjung kearifan hidup selaras bersama alam.
Kami sangat
kagum dengan masyarakat yang membiarkan tumbuhan yang biasa jadi sasaran
pendaki-pendaki jahil yang sengaja memetik untuk sekedar gaya-gayaan, tumbuh
liar tanpa menggangu atau memindahkan menjadi tanaman hias dirumah mereka.
Mungkin dari segi pengetahuan mereka tidak tau, mudah-mudahan saja dengan alasan
ini tetap berlangsung agar si never
ending wilted ini tumbuh abadi memperindah tanah Cibal yang sejuk.
Jika berkunjung
ke Ruteng jangan lupa berkeliling di Cibal, dengan bertanya kepada masyarakat
anda akan mendapatkan informasi dengan mudah, saksikan pemandangan bukit-bukit
dengan bentangan hutan yang lebat, jangan lewatkan juga pergantian waktu siang
dan malam, melihat sunset lalu
mengabadikannya sebagai oleh-oleh perjalanan dari Ruteng. Potensi wisata Ruteng lainnya adalah Taman
Wisata Alam Ruteng, gugusan pegunungan dengan kondisi vegetasi hutan hujan yang
alami dan padat. Jalur
melewati gunung Poco Mandosawu, Poco Ranaka, si junior Anak Ranaka, tak luput
pula Danau Rana Mese. Kala itu kami mengambil arah menuju Reo, mengambil arah
ke utara. Kami tak bisa menghitung berapa jarak yang sudah ditempuh, hanya bisa
menghitung daretan lapisan gunung yang kami lewati. Tampak seperti tidak akan
menemukan perkampungan, namaun ternyata di lembahan banyak sekali perkampungan,
bahkan kecamatan yang terbalut oleh lebatnya hutan hujan Ruteng. Mungkin jika
tidak salah dari pusat kota bisa mengambil arah menuju Katedral, lalu mengikuti
jalan lurus menanjak dan akan berkelok-kelok. Dalam perjalanan mencari
keindahan kita akan disungguhi keindahan yang tak akan habis. Supeh deh!
Ketika di Ruteng kami menginap di
penginapan yang cukup cozy suasananya hotel Rima, sesuai kantong sebagai
surveyor, satu kamar terdiri dari empat ranjang sehingga kami bisa share ongkos
delapan orang untuk dua kamar yang kami gunakan. Disitu juga tersedia warnet,
untuk yang ingin mengases internet, pelayanannya pun sangat baik. Yang punya juga
cantik kok, sudah beranak dua tapi masih tetap ijo bro ;) . Penginapan ini
menyediakan beberapa ruang untuk bersantai berbincang-bincang baik didepan
kamar atau diteras. Kita bisa bergabung dengan pelancong-pelancong lainnya
untuk berbagi pengalaman baik pelancong lokal maupun manca Negara. Jika
penggemar lokal wine anda bisa order segelas, jika tidak cukup silahkan minta
diantar untuk beli ukuran liter.
Setiap hari kami selalu
berbincang-bincang santai dengan tamu-tamu hotel yang datang ada yang berasal dari
Jakarta, Jerman, Belanda, Amerika, dll. Berbagi informasi perjalanan,
pengalaman perjalanan hingga pengalaman kehidupan pribadi ditempat asal
masing-masing. Brandon, mahasiswa asal Kanadi misalnya, dia tak sungkan berbagi
informasi mengenai aktifitas climbing-nya. Beberapa dari tim kami juga
menggeluti olah raga tersebut hingga menceptakan suasana yang hangat. Adapula
Bakiye, Mahasiswi muslim warga Negara Belanda keturunan Turki, yang
menceritakan kenekatannya sebagai solo traveler ke Indonesia karena penasaran
dengan keindahan Indonesia.
Ruteng memberikan pengalaman baru
bagi kami, beruntung bisa berkesempatan berkunjung, bekerja dan traveling di
Ruteng. Kalau mengambil kata-katanya Yovita Ayu: “Kita kaya saat memiliki
sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang”. Pengalaman di Ruteng adalah
pengalaman yang tidak bisa dibeli dengan uang, setidaknya bisa menjadi bacaan
ini J.
No comments:
Post a Comment