Wednesday, December 4, 2013

Capres Ilegal & Undangan di Maumere



Campur-campur
Kabupaten Sikka kali ini adalah kali kedua kami lintasi setelah sebelumnya ketika menyisir ke arah timur Flores tepatnya memulai pekerjaan dari wilayah Kabupaten Flores Timur. Saya teringat ketika betapa lamanya perjalanan yang kami rasakan untuk tiba di Maumere ibu kota Kabupaten Sikka. Yang kami khawatirkan adalah lapu si gesit irit sedang ngambek hari itu, perjalanan yang kami mulai dari Bajawa pagi itu sedikit menimbulkan tekanan pada kami. Satu persatu petunjuk jalan yang menjadi patokan kami telah habis menunjukkan arah jalan di Sikka, namun belum saja menunjukkan kemana arah Maumere. Sekali kami temukan petunjuk jalan yang bertuliskan Maumere, diatasnya beranak lima daerah sebelum Maumere, belum lagi ketika siluet dilangit mulai muncul kami mendapatkan informasi dari warga bahwa kurang dari satu jam setelah desa mereka sudah memasuki Maumere.

Lagi-lagi Air Terjun & Pantai Tersembunyi



Hormat bendera didepan Bung Karno
Suhu udara Ende sangat terik ketika rombongan kami tiba. Berkeliling beberapa kali mendekat ke plang-plang bertuliskan penginapan, menanyakan harga dan negosiasi untuk mendapatkan appropriate budget menginap dalam beberapa hari di Ende. Pilihan jatuh pada penginapan diseberang landasan pacu Bandara Ende, jadi kebayang bisingnya meskipun penerbangan jarang-jarang sehari semalam hanya sekitar kurang dari 10 penerbangan. Setelah semua kendaraan parker di penginapan, semua personil loading backpack masing-masing lalu loading box kertas. Suasana penginapan tengang, banyak mempekerjakan anak-anak muda laki-laki & perempuan. Pemiliknya dua orang saudara Ibu hajjah kami memanggilnya, garangnya akan keluar kalau karyawanna kedapatan tidak sholat subuh maka dengar saja suara semprotan pada karyawan itu di ruangan paling depan penginapan.

Kampung Adat Wologai



Gapura dibelakang Kantor Desa

Perjalanan pagi hari itu Saya masih bersama Byllan menunggangi 'si gesit irit' Suzuki Smash biru, mengitari Kecamatan Detusoko. Sebagai rider hari itu Saya sangat tidak peduli dengan desa mana yang akan dikunjungi, bagaimana jalur yang akan dilewati, tugas Saya hanya megang stang setir. Anyway, Saya pernah mendengar cerita sakral yang luar biasa di Kabupaten Ende ini, Saya tidak pernah tau kalau cerita yang keluar dari mulut Pak Cen ketika kami tengah menikmati kopi ternyata backgroud-nya adalah Desa Wologai. Beruntungnya Saya bisa melihat bukti tempat yang keasliannya tinggal cerita, meskipun telah dibangun kembali.