Suhu udara Ende
sangat terik ketika rombongan kami tiba. Berkeliling beberapa kali mendekat ke
plang-plang bertuliskan penginapan, menanyakan harga dan negosiasi untuk
mendapatkan appropriate budget menginap
dalam beberapa hari di Ende. Pilihan jatuh pada penginapan diseberang landasan
pacu Bandara Ende, jadi kebayang bisingnya meskipun penerbangan jarang-jarang
sehari semalam hanya sekitar kurang dari 10 penerbangan. Setelah semua kendaraan parker di
penginapan, semua personil loading backpack masing-masing lalu loading box
kertas. Suasana penginapan tengang, banyak mempekerjakan anak-anak muda
laki-laki & perempuan. Pemiliknya dua orang saudara Ibu hajjah kami
memanggilnya, garangnya akan keluar kalau karyawanna kedapatan tidak sholat
subuh maka dengar saja suara semprotan pada karyawan itu di ruangan paling
depan penginapan.
Penginapan memiliki cukup banyak
kamar, mungkin sekitar 50 kamar lebih. Serta bagian tengah penginapan
diletakkan beberapa meja & kursi serta terlevisi. Tamu hotel dapat saling
berkenalan berbaur disana, bertukar informasi dan pengalaman perjalanan di
Flores. Rizky, rekan kerja dan satu almamater Saya segera menghubungi Moa,
salah satu kawan kami yang bekerja di Bank BUMN dan kini tinggal di Ende. Moa
datang mengunjungi kami di penginapan selepas kerja, nostalgia dan berkenalan
dengan rekan-rekan tim lainnya. Sambil menikmati kopi pesanan yang pekat,
suasana makin hangat dan akrab dengan canda tawa. Untuk memanfaatkan momen kami
berada di Ende, kami sepakat untuk berkeliling saat weekend dan urusan ini
diserahkan kepada Saya untuk mengatur perjalanan wisata tepat.
Sabtu sore setelah
semua ekspedisi keliling desa dan kecamatan di sekitar Ende selesai beberapa
kawan mengagendakan untuk memperbaiki tunggangan, sekedar mengganti ban, perbaiki
rantai, gear dan juga rem. Kondisi si gesir irit saya masih aman-aman saja,
hanya mur-mur dan baut yang copot dan sudah diganti dengan kawat (belajar dari
pengalaman) :). Saya dan empat
rekan lainnya, dua motor yang tersisa segera menuju ke Pantai Ria bersama Moa
menikamati suasana sore disana dengan hidangan pisang goreng dan sambel serta
kopi hitam arabica Ende. Suasana Pantai Ria cukup ramai, menjadi salah satu
alternatif masyarakat untuk bersantai bersama keluarga. Dari yang bermain
kejar-kejaran, bermain sepak bola pantai hingga yang pacaran. Nampaknya
pemerintah Ende menjadikan Pantai Ria
sebagi salah satu ruang publik, dengan sarana taman dan tempat duduk yang
dibangun.
Setelah semua
gerombolan berkumpul, sesi foto tidak terlewatkan, bercanda, juga menjadi
komentator dadakan untuk orang-orang yang sedang bermain sepak bola pantai.
Apalagi ada pemain-pemain yang hanya menggunakan celana dalam, mungkin
terinspirasi oleh pantai ya kaya voli pantai yang menjadi bahan candaan kami.
Sesekali cuci mata, melihat gadis-gadis Ende yang melintas di sekitar kami,
maklum selama perjalanan dan urusan pekerjaan ini jarang sekali bertemu kaum
hawa J. Untuk kegiatan hari minggu besok, setelah dapat informasi
dari Moa dan dia juga akan ikut bergabung bersama kami, maka diagendakan menuju
air terjun Kedubodu lalu kembali ke Pantai Ria untuk berenang.
Kedubodu waterfall |
Setelah sarapan kopi hari Minggu itu,
Moa sudah berada di penginapan juga ikut sarapan bersama kami. Segera saja kami
menuju Desa Kedubodu, Kecamatan Ende Timur dimana air terjun itu berada. Kami
sedikit banyak sudah mengetahui arah, karena telah melewati jalur trans
Bajawa-Ende beberapa kali, nah puntuk posisi air terjun masuk ke Desa disebelah
kiri jalan poros. Sempat tertinggal karena harus
mengisi bensin dulu, akhirnya Saya bisa menyusul kawan-kawan lainnya yang sudah
berada di tempat parker terlebih dahulu. Untuk menuju air terjun Kedubodu kami
harus tracking kurang lebih satu jam melewati perkebunan kopi dan cacao
masyarakat setempat. Mungkin hari Minggu masyarakat sedang ke Gereja, jadi
tidak ada yang kami temukan disekitar kebun-kebun yang kami lalui. Berjalan
naik turun bukit, melintas kali dan kolam kecil tak terasa air terjun sudah di
depan kami.
Terjangan air dari ketinggian lebih
dari 50 meter itu membuat kami berdecak kagum dan salut untuk masyarakat yang
berani mandi dibawah hantaman keras air terjun itu. Hempasan angin yang turun
bersama angin juga terasa hingga membawa percikan-percikan air yang samar-samar
bias tampat seperti pelangi. Saya bertanya kepada kawan-kawan “gimana jadi
mandi ga?” Jawab sebagian “boleh, hayu sambil berdiam ditempat”. Mengambil posisi mendekat ke air terjun,
sekalian mencoba sebagai pendahulu untuk memancing kawan-kawan ikut serta namun
akhirnya Saya juga mundur. Hempasan air terasa sangat kencang ditambah tiupan
angin membuat Saya jiper sob, cuma telapak tangan Saya yang merasakan hempasan
air dan rasanya itu ga jauh beda seperti ketimpa garpu jatuh, berani coba?
Akhirnya perjalanan ke air terjun
kedubodu lebih banyak dijadikan sesi foto saja, sampai semuanya merasa cukup
kamipun kembali beranjak menuju kota Ende mencari untuk makan siang. Saat
menuju parkiran, ternyata disana sudah ada kawan baru, Bang Vicky namanya.
Rekan kerja Moa, sekaligus tour guidenya jika bepergian di sekitar
Flores. Bang Vicky juga senang aktivitas alam terbuka alis pendaki, jadi indikasi matching dengan gerombolan kami. Segera
setelah makan siang yang dimajukan, Bang Vicky berganti sebagai pimpinan
rombongan berada didepan membawa kami ke arah Kecamatan Nangapanda. Entah apa objek yang akan ditunjukan
kepada kami, ga banyak tanya sontak semua hanya mengikuti sambil bercanda.
Tepat di sebuah jalan meurun Bang Vicky yang saat itu bersama Byllan berhenti,
persisnya di Desa Numba yang tak ada perkampungan haya kebun kelapa yang
menghampar. Semua personil mengambil posisi parkir, sambil bertanya “Kok
berhenti, udah sampe Bang Vicky?” Ujar Agung. “Ga, Cuma berhenti minum aja kok?"
Jawab Bang Vicky, tertawa kecil sambil berdiri lalu berjalan menuruni jalan
setapak menurun di sebelah kiri. Menuruni jalan setapak sedikit bertebing,
masuk ke perkebunan warga, disambut oleh siulan burung-burung liar yang saling
bersahut-sahutan diatas pohon.
Ternyata Bang Vicky membawa kami ke
arah pantai yang tersembunyi, orang menyet tempat itu Pantai Cincin yang buat
kami semacam secret beach karena tak
banyak orang kecuali kami saa itu. Meski matahari sudah tinggi, namun
rindangnya pepohonan dan bukit tebing yang menghalang sinar matahari langsung.
Pasir pantai di sekitar sana memang tidak berwarna putih cendrung hitam atau
kekuning-kuningan. Begitu pula air laut yang tercampur dengan aliran air sari
sungai. Besar ombak disekitar pantai juga mempengaruhi kejernihan air, hempasan
ombak cukup besar, namun posisi kami yang terhalang semacam tembok tebing
berlobang tidak membuat hempasan obak besar itu masuk. Dan perlu diperhatikan,
jika berenang dibagian bawah air bukan pasir seperti dipantai, tapi batu-batu
pecahan tebing namun tidak bertiram, hanya licin saja.
Semua personil gerombolan sigap
nyebur hari itu. Hanya dua pengantar kami Moa dan Bang Vicky yang berperan
sebagi fotografer, sambil menertawakan aksi kami dan mengunyah kripik pisan
oleh-oleh khas Ende yang dibawa Moa. Berenang ke bagian luar tembok tebing,
bermain pasir hingga sekedar perendam saja sudah cukup melepas kepenatan kami
setelah sepekan berkeliling kecamatan-kecamatan, desa-desa dan berkutat dengan
kertas-kertas kuisioner. Matahari mulai tinggi kami meninggalkan Pantai Cincin,
berjalan menyusuri jalan setapak melintsi kebun-kebun dan berada lagi
ditunggangan masing-masing menuju Pantai Ria untuk menghabiskan sisa hari
minggu ini menikamati jajanan-jajanan yang ada di ruang publik itu. Rombongan
konvoi motor plastik menuju Pantai Ria mengundang perhatian orang-orang,
mungkin menurut mereka rombongan touring Klub motor atau ‘gank motor’, ga
taunya gerombolan surveyor refreshing.
All Crew |
Di Pantai Ria rencana kami akan ikut bergabung
dengan orang-orang yang bermain sepak bola setiap sorenya dipantai. Setibanya
disana ternyata hidangan goreng-gorengan tidak mengizinkan, semerbak kopi hitam
yang sedang dibawa menuju meja kami serasa melambaikan tangan, membuat semua
rekan hanya terduduk lemas bersandar malas dikursi masing-masing. Tak luput
pula backsound raggae“Kopi hitam kupu-kupu”nya Momonon menambah hangatnya
suasana hingga sunset menambah indahnya perginya sang surya. Tak terasa weekend
berkesan bersama kawan-kawan Ende membawa kami ke cakrawala nusantara, tidak
terbanyangkan sebelumnya, zero
expectation memberikan pengalaman yang menakjubkan. Hari senin pun tiba kami telah bergerak meninggalkan
Ende. Merci à tous Ende!
No comments:
Post a Comment