Sunday, January 12, 2014

Merah Muda Erotis


Pink Beach
Tak ada yang pernah tau, ketika dulu seorang sahabat yang akrab saya panggi Kotek menceritakan pengalaman kecilnya berkunjung ke Labuan Bajo, Flores bersama ayahnya yang bekerja di Freeport. Jatah tiket pesawat untuk liburan membawa mereka ke sana. Ia menceritakan jernihnya air disana dan keindahan daerah tersebut. Saya yang antusias mendengar cerita itu, tidak mengutarakan keinginan, hanya mengucapkan niat tegas dalam hati, "Saya harus ke Flores, Labuan Bajo dan Pulau Komodo. Bagaimanapun caranya dan kapanpun itu". My dream comes true, saya tidak pernah memadamkan mimpi dan cita-cita saya seingat saya kala itu masih tahun-tahun awal kuliah. Mimpi itu sepele ya, bermimpilah mumpung masih gratis sebelum para kapitalis menjadikan mimpi sebagai komoditi berbayar. Dan jangan matikan mimpi, berimajinasilah dengan mimpi-mimpi itu seperti kita kecil dulu, yang namanya rezeki itu sudah ada yang ngatur dengan jalan yang tak terduga-duga atau berdarah-darah mungkin pula dengan ketimpuk. Keep dream and fight for that!

Om Ide sempat ngasi tau kalau kami kalau durasi tour Komodo terlalu lama, harap maklum masih norak sama komodo. Okey, program selanjutnya menuju 'merah muda nan erotis' pantai merah muda atau pantai pink kata orang. Kalau hitam itu eksotis, maka karen pink saya bilang erotis, terserah apa interpretasi masing-masing. Menurut informasi dari pakar penyebab warna merah muda pasir pantai itu adalah proses geologi, hancurnya karang-karang menjadi pasir. Nah kandungan zat tertentu yang ada dalam karang membuat karang yangg hancur menjadi pasir berwarna merah. Percaya ga? percaya ajalah, penjelasannya aja yang salah. hehehe. Lanjut deh, Om Ide si nakhoda mengarahkan kapal menuju Pantai Pink, tak jauh jarak yang ditempuh karena kami yang sedang ngobrol di atap kapal tidak merasa perjalanan hingga kapal sudah tiba di salah satu tujuan favorit di Flores ini.


Kapal parkir sekitar 100 M dari bibir pantai, karena badan kapal memiliki ukuran yang cukup besar untuk lebih menepi ke bibir pantai dan arus air di sekitar Pantai Pink tidak disadari terbilang cukup deras. Jadi pilihannya adalah renang sejauh 100 M atau nyewa sampan Rp 20.000 antar jemput kapasitas dua orang dewas tidak gemuk. Nah, sementara kami beranggotakan delapan orang dewasa tidak gemuk dan satu orang dewasa bermassa jenis +/-150 kg, artinya sampan harus menjemput dalam lima kali bolak balik. Belum lagi waktu yang dihabiskan untuk sekedar menunggu atau rebutan siapa lebih dulu naik, pilihan saya mending loncat ke laut lalu renang.

Ketika cancang-ancang akan renang, salah satu crew kapal memberitahu "abang ini (Hebi) lebih baik pake perahu sewa saja, sa tida yakin waktu liat abang snorkeling kemarin sore". Oke, Hebi direscue dengan sampan, sementara Opik sudah loncat ke laut, disusul Aping, keduanya adalah pemegang gelar guru olah raga. Hebi mulai turun dari tangga kapal pindah ke sampan, kresek yang isinya kamera, masuk duluan lalu kaki kiri Hebi turun. "Eee eee eee eee... tolong..tolong" kata Hebi, semua mendekat ke tangga kapal dimana kaki kanan Hebi masih menempel. Sampan oleng bray, miring sebelah, nyaris terbalik. Bisa anda bayangkan pemirsa sampan memuat 150 kg, hampir kamera nyemplung ke dasar laut, eh termasuk Hebi ;).

Ready to snorkeling!
Jarak kapal-pantai

Sip deh diulang lagi, Hebi melangkah perlahan dan penuh hati-hati dan sukseslah mingrasi ikan paus dari kapal ke sampan. hehehe. Sampan dan penumpangnya bergerak. Sementara yang sudah di laut, Aping naik lagi untuk menggunakan life jacket sedangkan Opik sudah berada di pertengahan dan yang lain masih menonton sambil memperkirakan kemampuan sanggup menepi atau harus direscue. Saling tatap satu dengan lainnya dan satu per satu dari delapan anggota gerombolan nyebur termasuk Aswin yang baru saja sembuh. Pelan, perlahan dan yakin tidak akhirnya semua bisa menepi dengan napas ngos-ngosan. Tidak ingat lagi kapan terakhir renang dengan jarak panjang kolam renang ditambah tekanan air dan arus. Tepat di batang pohon yang memanjang dipinggir pantai semua duduk melepas lelah sambil menatap pada awalnya ke arah kapal berukururan lebih kecil dari kapal kami yang terombang-ambing karena mencoba mendekat ke pantai, lalu sontak semua mengarahkan pandangan ke arah kapal dan saya berkata:

"Bray tingali, jauh oge urang ngojai nya!" (bray, jauh juga kita renang ya!)
"tah eta can nggeusan, sakali deui sarua jauhna jiga kitu" tambah Aping.
Saya menjawab: "Ahh.. kumaha engke, ayeuna mah puaskeun hela didieu" 

Kurang lebih satu jam berenang, snorkling, santai menikmati Pantai Pink yang pasirnya sering dijadikan bonus belanja di toko-toko di Labuan Bajo atau oleh-oleh untuk kawan dan keluarga, cukup sudah rasanya tenaga ini, mungkin tinggal 30 % lagi tenaga untuk dihabiskan sampai naik kembali diatas kapal. Instruksi yang kami dapat dari Om Ide, kami harus berenang dari arah paling kanan pantai, dengan alasan arus air berasal dari sebelah kanan pantai, jadi kami berenang sejauh-jauhnya hingga mendekati kapal dan berharap arus membawa kami pada posisi tepat berada di depan kapal atau di samping kapal.

5 perenang mendekat garis finish :)

Take a breath first
1,2,3,4,5,6,7 orang sudah mulai perlahan berenang menuju ke kapal, jarak satu dan lainnya tidak terlalu jauh. Yah bagian dari strategi untuk saling rescue, kalau-kalau ada yang sudah bener-bener totally no power ga kuat renang. Bener ternyata saran dari Om Ide, kami semuanya memulai berenang dari bagian kanan pantai, mencoba berenang maju sejauh-jauhnya ternyata semakin mendekat ke kapal karena terbawa arus. Mungkin belajar dari sebelumnya, yakin dan woles saja renangnya ga usah dibawa rusuh, jadi masing-masing mempersilahkan siapa yang berada didepan untuk merapat terlebih dahulu. Waktu berenang santai menuju kapal, posisi snorkel & google masih terpasang, jadi posisi wajah ke bawah. Dan ketika melihat ke depan ternyata si kapal kecil brengsek yang mencoba mendekat ke pantai itu dengan santai memaksa masuk diantara kami yang sedang berenang dan kapal, gelombang yang timbul dari baling baling kapal menjauhkan kami dari kapal, jarah kami yang tinggal +/-10 M dari kapal terdorong mundur, belum lagi, hempasan air yang masuk ke snorkel membuat kami kaget dan sedikit panik.

Disinilah terjadi adu renang, setelah saling lihat dengan yang berada disebelah saya dan Rizki pun beradu, entah Aping, Agung, Byllan Ateng, Opik dari mana posisi mereka saya sudah tidak melihat lagi. Rizki dan Aping menjangkau tangga, lalu saya menggapai tali di sebelah tangga untuk cari aman saja. Namun, agak sedikit penasaran mencari Aswin, yang baru sehat. Aswin ternyata di angkat bendera putih dan memilih direscue dengan sampan ;). Antara emosi dan lucu semua sempoyongan menggapai dek kapal dan berselonjoran melepas lelah di iringi gelak tawa dan sumpah serapak pada kapal kecil brengsek itu. Sambil menunggu hidangan makan siang, tak sadar semua menceritakan perspektif masing-masing tentang kejadian konyol tadi.

Rizki pose
Apink pose
Ateng & Agung
Dalam kondisi kapal masih parkir hidangan disajikan. Luar biasa kejadian konyol berhasil menurunkan nafsu makan, dari nasi rata piring, menjadi berbukit di atas piring hehehe. Minta ampooon laparnya. Sambil makan perlahan kapal meninggalkan Pantai Pink kembali ke Pelabuhan Labuan Bajo, artinya kami akan segera mengakhiri trip TNK ini dan siap kembali mengendarai motor dua hari satu malam menuju Lombok. Ketika kapal tiba di Pelabuhan, kami saling bersalaman dengan Om Ide dan crew kapal mengucapkan terima kasih dan bertukar no.kontak. Pengalaman, yang mengesankan untuk kebersamaan team kami yang juga akan segera mengakhiri kebersamaan. Okay, ada pelajaran dari trip ini:

"Bedanya tamu asing dan tamu lokal* (*lowbudget) ketika trip Taman Nasional Komodo bisa dilihat dari cara mengcapai Pantai Pink. Tamu asing atau lokal berbudget biasanya diantar dengan speedboat, nah yang lowbudget silahkan renang seperti kami". hehehe Becanda bro! 

Yang lain kapal merapat, kite perahu noh
Catwalk
Opik nangkuban
Ateng pose

Agung pose


= Isnyallah nanti honeymoon saya mampir lagi Pantai Pink =

No comments:

Post a Comment