|
Si kadal raksasa Indonesia |
Perjalanan dari ujung barat akhirnya kembali ke ujung barat lagi dalam dua bulan. Ratusan desa sudah dikunjungi, dengan ratusanan orang saling berkenalan, tak terhitung berapa orang sudah ditanya ke mana arah desa ini itu. Lalu kembali lagi ke arah barat dengan keinginan yang telah terucapkan, jika balik lagi ke Labuan Bajo harus ke Komodo, Rinca, Pantai Pink, dan tempat lain di wilayah TNK. Menyisihkan sebagian dari gaji mingguan, penginapan turun level dari penginapan bagus, baik, layak hingga masuk kost-kostan dengan kamar mandi dipemandian umum bersama masyarakat sekitar demi destinasi se-kece TNK.
Dua hari bertugas sebagai 'menteri urusan luar angkasa' istilah yang kami pakai untuk jangkauan kerja di daerah tejauh, berangkat pagi dan pulang paling sore bahkan malam. Untuk menteri urusan luar negeri yah, berangkat pagi dan pulang paling lambat pukul lima sore. Perjalanan dinas yang terakhir saya lakukan menyisir jalur Labuan Bajo - Lembor. Pagi hari itu pula masa sewa tiga hari penginapan layak milik warga Sulawesi Selatan, kamar berdinding triplex, dua kasur untuk empat orang, tidur siang hari dijamin sangat panas ;) . Untuk tiga hari terakhir di Flores, wajib hukumnya mencari low budget setidaknya untuk sekedar menyimpan logistik, karena kami akan berada di kapal selama dua hari. Berdasarkan informasi dan petunjuk akhirnya sebuah kost-kostan tak jauh dari Kantor Bupati jadi pilihan, kamar relatif besar, ada dapur, ada kamar mandi, istilah mahasiswa 'kamar mandi dalam' namun keyataannya untuk mandi kami ahrus melakukan diluar kamar.
|
Penginapan layak: Nongkrong pagi |
|
Balcony View |
Bangun pagi, bukan artinya santai, tapi packing tapi bukan cuma sekedar packing daypack masing-masing, tumpukan ribuan kertas dalam empat box berukuran dua puluh kilogram harus ditata, diturunkan dari kamar di lantai dua, diangkut menggunakan motor sejauh kurang lebih tiga kilometer menuju kost-kostan yang akan diisi oleh delapan orang personil, ditambah satu rekan kami dari Kupang yang berhasil kami rayu untuk share cost trip Taman Nasional Komodo. Dari hasil negosiasi deal seharga Rp 100.000 satu kamar untuk sewa tiga hari diisi oleh sembilan orang penghuni. Kostan itu konsep bangunan seperti kost-kostan biasa dari tamapilan luar, nah untuk tampilan dalamnya bernuansa outdoor karena sang pemilik hanya menyediakan 'samak' atau tikar anyaman pandan tanpa bantal. Kamar mandi bersih dan cukup nyaman, meski kalau boker akan kedengeran atau jadi derita kalau kecium oleh tetangga :) . Sekeliling kost-kostan tampak kebun-kebun masyarakat, juga semliwir semerbaknya tai dari babi ternak warga.
Menjelang siang sebagian rekan masih ngider alias keliling tapi masih wilayah Keecamatan Komodo. Hasil riset sebelumnya ternyata kawan-kawan sudah memegang beberapa nama nakhoda kapal untuk negosiasi harga trip TNK dua hari satu malam. Kapal pertama, Saya lupa persis namanya karena sedikit emosinal berhadapan dengan mereka yang mendadak menaikan harga, gagal mencapai kesepakatan. Harga Rp 3.500.000,00 yang agak sedikit mengambang diawal tidak dianggap oleh mereka malah meminta Rp 5.000.000,00 untuk sailing dua hari tiga malam. Saya mencoba kembali ke penawaran awal dan menolak harga terakhir. Ternyata sebelumnya seorang rekan sudah bernegosiasi, saya tinggal memastikan keadaan kapal dan dealing. Entah katanya ada pihak ketiga yang ingin memanfaatkan kami sebagai pendatang hingga mereka mendadak menaikkan tawaran. Lalu seorang kawan memberikan nomor kontak Bang Andi seorang nakoda muda berdarah bugis. Rencana perjalanan kami sangat ketat, hari itu wajib mendapatkan kapal sesuai budget, sehingga saya pun segera bertemu bang Andi. Negosiasi berjalan lancar, bahkan saya sempat mencandai beberapa kali terus mendapatkan harga rendah dalam bahasa Indonesia beraksen bugis. Dan deal, harga disepakati 2 Hari 1 Malam Rp. 3.000.000 includeed meals, ready to sail tomorrow!
|
Yang pertama diserang |
|
Sudut kamar |
|
Jebakan Chicken |
Hari kebarangkatan itu yang paling saya ingat hari Jum'at, disepakati setelah Jum'atan kami berangkat dan keebetulan harus menunggu Hebi, kawan dari Kupang yang luluh oleh godaan kami untuk ikut bergabung berlayar ke Taman Nasional Komodo. Kuda-kuda plastik (motor bebek) sudah berjejer di tempat parkir pelabuhan, tinggal menunggu Hebi dan penjemputnya dari bandara menuju pelabuhan. Resiko perjalanan dan penerbangan di timur Indonesia, delay dan sebagainya membuat pelayaran kami mundur hampir dua jam. Om Ide, si nakhoda kapal kami beberapa kali berkata 'coba ditelpong temannya, sudah dimana'. Dengan tenang beberapa kawan mengalihkan perhatian Om Ide, dengan pembicaraan lain dan semua tau ada konsekuensi dari keterlambatan pelayaran kami.
Pukul 14.30 WITA, sembilan personil sudah berada diatas kapal. Jangkar pun diangkat anjungan kapal bergerak meninggalkan pelabuhan Labuan Bajo. Resiko keterlambatan berangkat sudah dimaklumi dan kami menerima pembatalan kunjungan ke pulau Kambing, hingga kapal langsung mengantar kami menuju spot snorkling pertama di pulau Bidadari sore itu. Peralatan snorkeling tidak disediakan oleh kapal, namun kami meminta mereka untuk menyewa dari kawan mereka yang menyewakan peralatan snorkeling cukup dengan merogok kocek Rp 35.000 selama 3 hari, dengan kondisi google, snorkel dan fin yang baik. Yah, perlengkapan snorkelingnya mendukung trip TNK kami :)
|
Bapaknya Nakhoda angkat jangkar |
|
Melewati parkiran kapal |
Saat matahari mulai condong ke barat, kami sudah berlabu di pulau Bidadari dan bersiap-siap untuk titik snorkeling pertama. Sayang sekali perjalanan tidak didukung dengan kamera underwater cukup cerita ya. Dari sembilan personil yang bergabung, satu anggota yang tidak bisa beraktifitas kala itu. Aswin sedang sakit, kata dokter gejala tifus jadi semua melarangnya untuk capek ikut bersnorkeling sore itu, cukup beraktifitas dari atas kapal, se enggaknya bisa narsis fotoin diri sendiri dari setiap sudut kapal dan jangan lupa fotoin yang sedang berenang.
Ada yang bersnorkeling bolak-balik kapal - pulau, ada yang bolak balik di sisi kanan dan kiri pulau. Saya dan Rizki melakukan yang beda, agak tertantang dengan melihat luas pulau kecil itu, Rizki mengajak saya mengitari pulau menikmati pemandangan bawah lautnya. Sebagai amatiran, ada-lah rasa was-was, kadang oleh ikan-ikan yang melintas dibawah atau bunyi karang yang kena hempasan ombak, juga karang yang digigit oleh ikan kakatua yang mulutnya konon mirip burung kakatua. Ada yang tak kalah mengagetkan, tiba-tiba ada seekor ikan kakap merah kecil, mendekat seperti mengajak bermain, saya meladeni ikan itu dengan mengulurkan tangan dan ikan ikan kecil itu bergerak maju mundur hingga menghilang. Ikan itu menghilang bukan berati pergi ya, ternyata masih menguntit di belakang kami. Ketika saya menepi, istirahat sejenak tiba-tiba saya terperanjak karena caplokan ikan dibetis kiri saya, ga perih sih tapi kagetnya ampuuuun. Rizki puas ngakak melihat kejadian ikan kecil mencaplok saya.
Sekitar 20 menit lebih akhirnya kami sudah berada di depan pulau atau berhadapan dengan kapal, sambil masih belum hilang ketawanya Rizki yang sedang berjalan di air dangkal untuk berenang menuju kapal sontak berteriak kaget, sambil berenang balik ke darat. Saya yang berada dibelakangnya mencoba memantau apa yang terjadi dibawah air, ternyata jeritan kaget si Rizki adalah ulan si ikan kecil yang masih menguntit kami. Saya pun tertawa puas melihat ulah jahil ikan itu pada Rizki, impas bisa sama-sama saling nertawain. Makasih ikan kecil.
|
Pose anggota |
|
Spot snorkeling |
Okey, program trip pertama selesai sudah, biasanya sore bigitu pantat masih pegal duduk diatas motor, mulut masih komat-kamit wawancara masyarakat. Tapi kala itu, badan capek happy, cukup membuat tidur pulas malam nanti dan makan ukuran luar standar makan normal *
normalnya aja di luar standar. Untuk melewati malam, kapal berlabu di salah satu demaga kecil di Loh Buaya, Pulau Rinca. Sore itu dermaga tidak ada orang sama sekali dan posisi kapal tidak menempel di dermaga yang agak rendah. Kondisi perairan Loh Buaya sangat tenang, serasa berada di danau karena efek air berwarna hijau yang dikeliling hutan bakau di sepanjang pulau. Tak ada satu orang pun yang mencoba turun nyemplung, selain angin semilir yang bertiup sore itu, dari nama tempat saya rasa sudah bikin ciut. Apa lagi beberapa kali terlihat goncangan air disusul loncatan ikan-ikan yang menghindari serangan predator entah ular atau komodo. Yah, main aman saja dulu, masih jauh perjalanan, kaki masih harus nginjak pedal rem sampai Lombok selepas sailing ;)
Menyeduh kopi sambil menunggu waktu maghrib tiba, yang motret, yang ngobrol juga yang 'ngudud' asik masing-masing, kopi Flores agak manis untuk menunggu masakan yang sedang di siapkan koki kapal. Dia dek atas Rizki tengah asik menggali pengalaman kakek pelaut bugis yang sudah menetap lama di Flores, maklum kakek berusia 80 tahun itu sudah agak pikun sehingga kadang kala, lain pertanyaan lain pula jawabannya namun totallitasnya sebagai pelaut ga perlu diragukan. Dia tidak mau berdiam diri dirumah tetap ikut bersama anak atau keponakannya untuk berlayar membawa wisatawan. mantabbb...
Asik bercerita ga terasa, gelap sudah mengelilingi kapal, ga ada benda lain yang tampak disekitar kapal kecuali bulan dan bintang yang sedang bercumbu di atas sana. Aseeekkkk. Makanan sudah dihidangkan di atas meja, dalam porsi besar, maklum kami pasukan berani mati takut lapar. Keakraban ledek sana-sini berdasarkan porsi makan mengiringi makan malam kami. Crew kapal yang mengambil posisi makan dibagian belakang kapal bersifat profesional dengan menolak dengan sopan ajakan makan bersama kami, namun saling ngucapin selamat makan. Bon Appétit!
Selasai makan bukan berarti selesai acara malam itu. Habis makan tambah pula tea & coffee cups menambah serunya malam di Loh Buaya. Crew kapal ikut bergabung bersama, saling berbagi pengalaman, termasuk Om Ide si nakhoda kapal, ga lupa merokok. Hanya Aswin dan Hebi yang tidak termasuk smoker dalam gerombolan, jadi bisa dibilang Aswin punya uang tabungan paling banyak. Boleh tuh kapan-kapan minjem win :). Selingan malam itu juga, adalah tarik-tariakan mengambil ikan tenggiri yang buntung ekornya dimakan oleh ikan predator. Posisi ikan tak berekor itu mengambang dengan kepala berada ke bawah, bergantian dan saling saling menahan untuk mendapatkan ikan dipermukaan air itu. Namun semaking dekat dengan tangan ikan terbawa arus mendekat kebawah kapal dan gatot usaha kami, trus tidur deh.
|
Santai Malam |
|
Woles malam |
|
Ketawa-ketiwi |
Tengtong... waktunya istirahat malam. Dibagian belakang ruang kemudi adalah kabin kamar kami, namun untuk kebersamaan dan sensasi pelayaran kami memilih untuk tidur diluar kabin. Sebagian besar di dek paling tas, yang juga disediakan matras, beberapa orang di kursi depan ruan kemudi dan di kamar. Tumpukan pakaian di dalam daypack jadi bantal yang diempuk-empukan, selimut sarung masing-masing menutupi tubuh dari tiupan lembut perlahan angin laut, dan dasyat menjelang pagi semakin membuat tidur nyenyak traveler.
Embun pagi menjadi alarm pagi, ketika berbalik badan cahaya kuning di ufuk timur seakan menyentuk badan dengan lembut bermaksud untuk membangunkan. Kicauan burung-burung camar bercampur burung laut menjadi lantunan melodi indah pagi diselingi oleh ikan-ikan yang bermain di atas air. Serentak semuanya terbangun dengan suasana yang jarang kami temukan itu. Seiring, crew kapal mulai melepas tali yang ditambatkan pada salah satu tiang dermaga. Momen indah jangan sampai berlalu begitu saja, segera kamere smartphone dan kamera poket sudah digenggamam membidik objek-objek di sekitar Loh Buaya sembari menunggu kopi yang tengah diseduh dan pisang goreng yang wanginya semerbak dari dapur kapal. Dentuman mesin dari perahu dan kapal-kapal nelayan lainnya sayup-sayup perlahan mulai terdengar membuka hari mereka mencari rezeki untuk keluarga mereka.
Kapal kami mulai bergerak dengan kecepatan lamban, perlahan meningkat, semakin jauh dari Loh Buaya kapal semakin cepat. Arus laut, gelombang laut cukup menggoyang kapal. Sambil mengemudi Om Ide antusias menunjukkan arus air di pulau karang kecil yang diceritakannya tadi malam, kadang-kadang membahayakan, karena bisa membuat kapal karam. Biasanya menimpa nakhoda-nakhoda muda atau yang baru pertama kali berlayar disekitar Labuan Bajo.
|
Yang sudah duluan |
|
Berdoa sebelum tidur |
|
Bonjour du monde! |
|
Boat crew or guest breakfast ? |
Sajian pemandangan indah di wilayah laut Flores tidak pernah putus. Suara burung-burung bersahutan membangunkan, fajar di ufuk timur muncul menjadi bidikan setiap traveler, ketika pagi tiba hamparan sisi kanan dan kiri menyajikan lukisan Sang Kuasa, mengingatkan lukisan-lukisan pemandangan yang pernah terpamapang di dinding ketika saya masih di bangku sekolah dasar. Semakin jauh kapal berlayar, semakin sering berpapasan dengan kapal-kapal wisata lainnya, yang juga sama melakukan pelayaran menuju Pulau Komodo.
Mungking tak banyak yang tau dimana letak Flores, dimana itu Labuan Bajo, apa itu Cunca Rami, dimana suku Lio berada. Tapi jika disebutkan Pulau Komodo, tempat hewan purba satu-satunya di dunia berada pasti semua orang akan tau tempat tesebut. Masih ingat beberapa waktu yang lalu, ketika Taman Nasional Komodo di nominasikan sebagai 7wonder, oleh sebuah internasional bermarkas di Swiss. Mantan RI 2 pun ikut ambil bagian menjadi juru kampanya. Jika kita ingat kembali berapa banyak dukungan yang diberikan oleh masyarakat Indonesia yang mungkin tidak sampai dari 1 % pernah berkunjung. Setidaknya para voter mengenal Pulau Komoda dari pelajaran di bangku TK atau SD. Akhirnya, one of my dreams had realised, tibalah kami di dermaga Pulau Komodo.
Kapal mulai bersandar di dermaga Pulau Komodo, terlebih dahulu kapal-kapal lain telah berlabu sehingga harus sabar sejenak menunggu kapal pada posisi 'PW' untuk loncat dari anjungan kapal ke dermaga. Bekal air minum di siapkan, kamera ok, smarphone ada, kaca mata dll lengkap. Sebagai panitia urusan tourism saya segera menuju kantor Taman Nasional Komodo, untuk laporan dan bayar-bayar (retribusi, ranger/guide, tiket masuk: Rp 20.000/ orang) sementara yang lain masih membaca informasi-informasi yang ada di kantor TNK. Saat itu, sudah ada tiga rombongan lainnya yang telah mendahului kami memulai trekking, namun dengan jarak sangat dekat. Pertam-tama abang ranger memberikan informasi mengenai trekking yang diselingi oleh candaan dari kami, sebagai pengganti 'welcome drink' menemani perjalanan kami hari ini.
|
It's comes true! |
|
My team |
|
Before discount |
Tiket dibagikan, kami mulai perjalanan dengan panduan abang Ranger yang saya lupa persis namanya, menyusuri jalur trekking yang masih sering ditemukan hewan-hewan liar seperti kerbau tidak bertuan, sapi, rusa, babi hutan, kelelawar, biawak, monyet, unggas-unggas dan bermacam-macam hewan lain. Penjelasan abang ranger sebagai jawaban-jawaban dari pertanyan kami membuat perjalanan tidak terasa, telah melewati beberapa shelter, yang paling menarik adalah shelter feeding yaitu semacam lembah bekas aliran sungai musiman yang dijadikan tempat meberi makam komodo. Pada masa ketika masih difungsikan, proses memberi makan komodo sangat gampang, cukum dengan 'nyurungkeun' komodonya ke dalam lembah dan tidak lama setelah itu para predator akan berdatangan.
Saat kunjungan kami ini adalah musim kawin bagi komodo 'the dragon' yang membuat mereka ngumpet sulit ditemukan *komodo aja kawin ngumpet, manusia malah divideo-in. Sabar, sama dibawa santai aje bray... biar sama-sama asik, da kita pan bukan 'tourist' jadi ga perlu nagih suruh ranger munculin komodo kalau ga komplain dengan perjalanan. hehehe. Yah, keindahan itu sebagai rasa dikembalikan lagi ke hati. Lanjut..., kecepatan berjalan sedikit ditingkatkan, untuk menyalip dua rombongan foreigner yang sudah berada di depan agar ga kebagian sisa ketemu komodo yang lagi senang ngumpet dalam trekking ini. Dua group sudah terlampau, lalu komodo juga tidak muncul pula, indikasi adanya komodo dari jejak kaki, hingga bekas eek' komodo yang kami temui tidak juga mendekatkan kami pada si dragon.
Tiba di Sulphurea Hill, bukit untuk menyaksikan pemandangan disekitar Pulau Komodo dengan view laut dan kapal-kapal. Feeling sudah tidak akan bertemu komodo ditengah jalan, jadi sebagai bonus semua sibuk masing-masing untuk dokumentasi pribadi dan bersama. Sebenarnya posisinya enak untuk merokok, tapi karena selama di Pulau Komodo no smoking area. Duduk santai sebentar sambil melihat pemandangan, si abang ranger menghilang ketika kami sedang asyik clingak-clinguk terpesona view Sulphurea. Ketika semua sudah siap untuk lanjutkan perjalanan si abang ranger muncul lagi dari samping bukit, sambil berkata wah, tidak ada betul mereka sembunyi semua. Tapi tenang biasanya mereka berjemur atau cari makan di dekat pantai. Okey, masih santai dan tetap menikmati perjalanan walaupun nanti yang ketemu komodo kayu ga jadi masalah, paling dibawa pulang. hehehe.
|
Tokai Komodo |
|
Pose Trekking |
|
Menu Trekking |
|
The legend of komodo the Dragon |
Ketika sudah mendekati akhir perjalanan, setelah menemukan dapur dan restoran dan cottage di TNK. Dari kejauhan saya menemukan hewan berwarna coklat semacam mengendap-ngendap didekat pohon, segera saya mendekati lalu mengambil untuk beberapa kali berpose dengan komodo kayu itu. hehehee. Dibeberapa sudut sudah terlihat beberapa rombongan turis sedang mengabadikan komodo-komodo yang sedang berjemur *emang lu doang yang suka berjemur Mr/Mrs . Ternyata kami sudah jauh-jauh treking untuk bisa nemuin mereka, ternyata komodonya sudah nungguin di bawah sambil ngopi di sekitar restoran :) . Aslinya bray.., sambil ngopi kita bisa liatin komodo-komodo tersebut. Karena di sekitar itu mereka suka berjemur atau mencari makan. Kali itu kami menemukan dua ekor komodo yang sedang berjemur, satu jantan dan satu bertina tapi ga tau mereka sepasang atau bukan bisa jadi, iya tapi sedang marahan atau malu diliatin karena posisinya agak berjauhan ;) .
Semuanya sibuk jepre-jepret dengan kamera masing-masing, ada yang minta difotoin, ada yang ngangkat rangernya jadi tukang foto harus fotoin rombongan yang sudah ngantri sebelum komodonya kabur. Sambil jaga jarak, kalau masih sayang sama betis atur gaya paling cool ngambil background komodo atau pose tangan seakan-akan sedang mengelus komodo kaya yang berani aja. Lalu tiba-tiba si komodo bangkit bergerak berjalan menuju belakang daput, mungkin dia merasa terusik dengan keramaian dan flash kamera dan saat itu juga sontak yang lagi narsis atau santai liatin komodo berhamburan menjauh. Segera ranger mendekat mengawasi komodo dengan tongkat bercagak eh bercabang pada bagian bawah. Aslinya, saat komodo berjalan terlihat betapa kokohnya badan hewan tersebut, otot-ototnya keras berjalan kaku seperti melihat tokoh film hulk berjalan. Jika menggigit mangsa lalu membantingnya entah seperti berapa kali lipat pukulan si leher beton Mike Tyson. Hewan purba yang memiliki jari lima ini memang mengagumkan, kita harus bangga, harus melindungi eksistensi dan sustainable komodo sebagai salah satu dari banyaknya kekayaan negeri ini.
Selesai mandangi dan memotret komodo, kami menuju restoran yang terletak disebelah kiri kantor TNK. Ngopi-ngopi ngobrol santai bersama dua ranger yang bersama kami. Obrolan bebas, terlepas dari pertanyaan-pertanyaan seputar TNK hingga mengundang ketertarikan kepala TNK yang sedang ngopi pagi itu. Saling menanggapi obrolan dari meja lain yang saling berdekatan, akhirnya kami menyatukan beberapa meja untuk lebih laluasa dalam obrolan. Dari menanggapi politik, hingga cerita tempat bertugasnya dahulu yang membawahi Gunung Tangkuban Parahu dan sekitarnya. Tak luput pula Ia menceritakan bagaimana keras dirinya menangani pertentangan masyarakat sekitar yang ingin keuntungan dengan cara pintas. Pembangunan tower seluler dimana material besi, semen, pasir dll diangkut ke bukit tertinggi di pulau Komodo dengan tenaga manusia, dengan alasan untuk memberi pekerjaan kepada masyarakat sekitar. Gaya ceplas-ceplos, tegas dan humoris membuat kami tidak segan berdiskusi yang diakhiri dengan foto bersama tim kami dan crew TNK.
|
Si betina |
|
Si jantan bergerak |
|
Crew Surveyor ft. TNK |
Belanja oleh-oleh kaos yang berada tak jauh dari dermaga jadi akhir kegiatan, setelah itu kami segera mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan dengan ranger lalu segera menuju kapal di dermaga yang sudah siap membawa kami ke pink beach.
No comments:
Post a Comment